Jakarta, berita-sulsel.com – Mantan Direktur Utama Perusahaan Listrik Negara (PLN) hingga saat ini belum ditahan oleh Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta meski telah ditetapkan sebagai tersangka korupsi proyek pengadaan gardu induk di Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara tahun 2011-2013. Namun, hal tersebut Dahlan Iskan juga bisa masuk bui nantinya, jika kebutuhan penyidik terpenuhi.
“Belum ditahan, penahanan tergantung kebutuhan penyidik. Dari pengamatan kami, dua hari diperiksa sangat kooperatif, hadir tepat waktu dan memberikan penjelasan dengan gamblang,” kata Kepala Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta Adi Toegarisman saat jumpa pers di kantornya, Jakarta, Jumat (5/6).
Sebelumnya, Dahlan telah menjalani pemeriksaan pada Kamis (4/6) dan Jumat (5/6). Dahlan diperiksa selama 14,5 jam dalam dua hari. Pemeriksaan tersebut dilakukan setelah Dahlan mangkir pemeriksaan untuk kedua kalinya.
Merujuk Pasal 21 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), perintah penahanan atau penahanan lanjutan dilakukan terhadap seorang tersangka atau terdakwa apabila dicurigai akan melarikan diri, merusak atau menghilangkan barang bukti, dan atau mengulangi tindak pidana.
Sebelumnya, Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta menetapkan mantan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) ini sebagai tersangka korupsi gardu induk. Penetapan dilakukan berdasar alat bukti yang dikumpulkan tim penyidik. Sebelumnya, Dahlan telah menjalani pemeriksaan di kantor Kejati DKI Jakarta pada Kamis (4/6) dan Jumat (5/6).
Dahlan Iskan dinilai menyebabkan mangkraknya belasan proyek gardu. “Uang muka sudah dicairkan, ada juga yang sudah dibayar untuk termin pertama dan kedua. Dari 21 gardu induk yang dibangun, tiga tidak ada kontrak, 5 selesai, dan 13 bermasalah,” ujar Adi.
Lebih jauh, dalam mekanisme pembayaran Dahlan juga dinilai menyalahi aturan. Adi menegaskan, sistem pembayaran seharusnya melalui mekanisme konstruksi alih-alih mekanisme on set atau berdasar pembelian material. “Pembayaran seharusnya sesuai dengan sejauh mana penyelesaian pekerjaan, bukan berapa material yang dibeli rekanan,” katanya.
Selain itu, mantan Menteri Badan Usaha Milik Negara ini juga dituding merancang pembangunan gardu induk di atas 17 tanah bertuan. Padahal, pembangunan gardu yang memakan waktu tahunan harus dimulai dengan pembebasan lahan. “Kalau (proyek) multiyears bisa diizinkan kalau masalah tanah tuntas. Ini tidak. Dari 21 yang dibangun, empat milik PLN sisanya tidak,” ujarnya.
Atas kelalaian sebagai Kuasa Pengguna Anggaran tersebut, Dahlan disangka melanggar Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP. Dalam pasal tersebut, bos media ini dinilai telah memperkaya diri sendiri, melawan hukum, dan merugikan negara. (Baca juga: Dahlan Iskan Disangka Rancang Gardu di Atas 17 Tanah Bertuan)
Berdasarkan hasil perhitungan Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) perwakilan DKI Jakarta, kerugian negara akibat kasus ini diperkirakan sebesar Rp 33,2 miliar. (CCNI)
Comment