MEA Jadi “Lahan Basah” Bisnis Internasional

ist
ist

berita-sulsel.com – Jelang Masyarakat Ekonomi Asean (MEA), kekhawatiran mengenai kegiatan ekspor impor semakin memuncak. Pasar bebas yang digadang-gadang akan menjadi lahan subur bisnis internasional, berbalik menjadi momok.

Untuk itu, sebagai persiapannya, pemerintah terus mendukung aktivitas perdagangan Indonesia di pasar internasional. Salah satu upayanya dapat dilihat dari catatan Badan Pusat Statistik (BPS), Maret 2015, Terdapat kenaikan belanja pemerintah yang mendukung impor modal.


Tentu saja, pemerintah tak mau kecolongan. MEA sudah dipetakan secara bertahap. Pembentukannya berawal dari kesepakatan para pemimpin ASEAN dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT), Desember 1997 di Kuala Lumpur, Malaysia. Tujuannya, untuk meningkatkan stabilitas perekonomian di kawasan ASEAN.

Sebenarnya, memupuk dan mematangkan kurang lebih 18 tahun menjadi waktu yang lebih dari cukup bagi Indonesia. Tapi, melihat iklim perekonomian di sini rasanya jauh dari kesiapan.

Indonesia masih tertinggal saat beberapa negara lainnya tak sabar menunggu liberalisasi perdagangan. Negara ini masih disibukkan dengan laju inflasi yang tinggi, rupiah yang kian lesu, daya saing produk yang rendah hingga kesiapan Sumber Daya Manusia (SDM).

Tantangan MEA

Bagi eksportir dan importir sebagai pelaku bisnis internasional, jalan panjang menuju MEA menjadi ancaman tersendiri. Rencana pemerintah menaikkan ekspor perdagangan 300 persen dalam 5 tahun pun disambut dengan kritikan para pakar ekonomi.

Salah satu ekonom yang mengkritik keras ialah Faisal Basri. Pada acara ‘Rethinking Kebijakan Perdagangan Menuju Target Ekspor 2015’ pada 23 Februari 2015 lalu, Faisal memaparkan bahwa Nawacita pemerintah tak realistis.

Shutterstock Jelang Masyarakat Ekonomi Asean (MEA), kekhawatiran mengenai kegiatan ekspor impor semakin memuncak.
Dinamisme perdagangan internasional memang menggelisahkan para pelaku bisnis serta pihak-pihak terkait di dalamnya. Menoleh sedikit ke belakang, pertumbuhan ekonomi Indonesia memang sedang melambat.

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pertumbuhan ekonomi kuartal I-2015 sebesar 4,71 persen, melambat dibanding pertumbuhan ekonomi pada periode sama tahun lalu yang mencapai 5,14 persen.

Di Indonesia, baik sisi produksi maupun sisi konsumsi sama-sama mengalami perlambatan ekonomi. Hal itu termasuk kondisi ekspor yang masih melemah. Padahal, jika jeli, tantangan MEA dapat menjadi peluang.

Pemerintah sudah memetakannya terlebih dahulu. Usai menghadiri pertemuan pertumbuhan ekonomi di empat negara, 28 April 2015 lalu, Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan bahwa tak ada yang dirugikan saat MEA tiba.

MEA menjadikan perekonomian lebih efisien. Orang akan lebih mudah mencari barang dengan harga yang lebih murah. Bagi pebisnis, akan dimudahkan dengan tarif kepabeanan yang semakin ringan.

Melibatkan Perbankan

Kekhawatiran soal ekspor yang melemah dan impor yang meningkat harusnya ditinjau lagi. Peningkatan impor dapat menjadi parameter positif jika aliran barang yang masuk berupa barang modal dan bahan baku industri dalam negeri yang berorientasi ekspor, bukan impor barang konsumsi.

Ujian menuju kawasan ekonomi yang kompetitif memang tengah dirasakan Indonesia. Untuk mendukungnya, harus melibatkan banyak pihak. Bukan hanya pemerintah, tapi juga pihak ketiga. Salah satunya adalah perbankan.

Shutterstock Peningkatan impor dapat menjadi parameter positif jika aliran barang yang masuk berupa barang modal dan bahan baku industri dalam negeri yang berorientasi ekspor, bukan impor barang konsumsi.
Dalam bisnis internasional, keterlibatan perbankan bukanlah hal tabu. Perbankan dapat memfasilitasi transaksi perdagangan internasional.

Untuk itu, pelaku bisnis internasional harus mulai memperhitungkan pihak ketiga ini sebagai rekanan. Mereka juga harus pintar memilih bank rekanan.

Carilah bank yang tidak hanya memiliki produk layanan dan jasa pembiayaan beragam tetapi juga mampu mengakomodir segala keperluan bagi eksportir dan importir. Pilihan pada bank dengan jaringan yang luas juga harus menjadi pertimbangan.

Salah satu bank yang menyediakan fasilitas seperti ini ialah PT Bank Central Asia Tbk. Dilansir dari Kontan, pada 2014 lalu, BCA menjadi salah satu dari deret bank dengan aset terbesar. Untuk memenuhi kebutuhan transaksi keuangan nasabah, bank ini telah menyediakan Trade BCA, layanan dengan beragam produk transaksi perdagangan baik dalam maupun luar negeri.

Selain didukung lebih dari 2000 jaringan bank koresponden di seluruh dunia, layanan ini juga menyediakan pilihan bertransaksi dalam 14 mata uang asing. Pengusaha juga akan lebih mudah saat melakukan kegiatan ekspor dan impor dengan penanganan langsung oleh para profesional yang handal di bidangnya.

Bank dengan layanan seperti ini dapat menjadi pilihan mitra kerja strategis bagi pengusaha maupun pemerintah dalam menghadapi tantangan krisis finansial global saat ini.

Bila sudah mendapat bank rekanan yang tepat, perjalanan bisnis internasional menjadi mulus. Ditambah dengan integrasi dari pemerintah dan pihak swasta, Indonesia akan semakin mudah menjawab tantangan. MEA akan menjadi ladang bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia.

Selanjutnya, pelaku bisnis harus fokus mengasah Sumber Daya Manusia (SDM) untuk menciptakan produk dengan nilai jual tinggi. Jika tidak, Indonesia hanya jadi pasar bagi produk-produk negara ASEAN lainnya.

Sumber : Kompas

Comment