JAKARTA, berita-sulsel.com – Komisi Pemberantasan Korupsi melakukan kajian terhadap sistem pengelolaan keuangan desa sejak Januari 2015. Kajian tersebut dilakukan untuk melihat adanya potensi korupsi dari dana yang dianggarkan sebesar Rp 20,7 dari Kementerian Keuangan.
Dari kajian tersebut, kemudian ditemukan sejumlah persoalan yang berpotensi munculnya pelanggaran terkait tindak pidana korupsi.
“Dari hasil kajian berkaitan dengan regulasi, jadi kami identifikasi beberapa persoalan yang ada di lapangan,” ujar Johan di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (12/6/2015).
Johan mengatakan, ada sejumlah regulasi yang tidak lengkap, baik dari segi regulasi mau pun petunjuk teknis pelaksanaan. Selain itu, ada juga tumpang tindih kewenangan antara Kementerian Desa dan Ditjen Bina Pemerintahan Desa Kementerian Dalam Negeri.
“Tadi sempat dikemukakan kalau Kemendgari kaitannya dengan pemerintahan, kalau Kemendes berkaitan pembangunan dan pemberdayaannya. Itu perlu disinkronkan,” kata Johan.
Johan mengatakan, ditemukan juga potensi masalah dalam tata laksana pengelolaan dana desa. Formula pembagian dana desa dalam Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2015 tidak cukup transparan dan hanya didasarkan atas dasar pemerataan.
“Ini kan pasti ada pengadaan harga barang dan jasa, belum ada harga pokok dalam sisi Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa,” kata Johan.
Terlebih lagi, transparansi rencana penggunaan dan pertanggungjawaban terhadap APBDesa masih rendah. Sistem pengawasan juga belum diatur sedemikian rupa sehingga rawan dimanipulasi.
“Kemudian potensi masalah SDM. Ini juga perlu ada pendampingan. Potensi korupsi terutama di tingkat bawah,” kata Johan.
KPK pun memaparkan hasil kajian tersebut kepada Kementerian Keuangan, Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, Kementerian Dalam Negeri, dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan. KPK, kata Johan, juga memberikan sejumlah rekomendasi atas temuan tersebut.
sumber : http://goo.gl/FnjWk7
Comment