DKPP Pecat Komisioner KPU Soppeng

Pilkada Soppeng Bukan Soal Uang atau Figur, tapi StrategiJAKARTA, berita-sulsel.com - Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), resmi memberhentikan secara tetap komisioner KPU Soppeng, Herlina dalam sidang kode etik yang diselenggarkan di Jakarta, Jumat (26/6/2015). Padahal, dalam perkara ini, Helina bentindak sebagai pengadu terhadap rekan-rekannya sesama komisioner KPU Soppeng, serta pejabat sekretariatnya. Setidaknya ada dua pokok pengaduan dari Herlina. Pertama pengaduan kepada Ketua KPU Soppeng Amrayadi serta Kassubag Program dan Data KPU Soppeng Jumarni. Dua orang tersebut menurut Herlina patut diduga melanggar kode etik penyelenggara Pemilu atas tindakannya yang menghentikan proses scanning C1 pemilihan legislatif 2014 yang akan diunggah ke website dan penerbitan formulir A5 yang sudah melampaui batas waktu yang ditentukan. Sedangkan pokok pengaduan kedua adalah terkait tuduhan perselingkuhan. Pengadu Herlina tidak terima dirinya merasa dituduh telah menjalin hubungan perselingkuhan dengan sesama Anggota KPU Soppeng bernama Muhammad Hasbi. Tuduhan itu, kata Herlina, dilontarkan oleh Anggota KPU Soppeng Asniati Muin. Kasus ini pernah dibawa ke ranah pidana dan Asniati telah divonis satu bulan penjara atas tuduhan “penghinaan biasa”. Dalam persidangan yang pernah digelar, Ketua KPU Soppeng beralasan bahwa penghentian scanning C1 tersbut bersifat sementara dan dilakukan bukan atas keputusan pribadinya. Melainkan telah dibahas dalam rapat pleno. Penghentian ini dilakukan karena formulir C1 yang ditampilkan di setiap portal tidak sesuai dengan yang berhologram. Sedangkan, terkait penerbitan A5 yang telah melewati batas waktu, Amrayadi mengatakan, keputusan tersebut bukan atas kehendaknya sendiri, melainkan hasil keputusan bersama yang diambil setelah berkoordinasi dengan Divisi Data dan Divisi Hukum KPU Soppeng serta berkonsultasi dengan KPU Provinsi Sulawesi Selatan. Penerbitan formulir A5 ini dilandasi atas semangat memberikan hak konstitusional pemilih dalam menggunakan hak pilihnya. Sementara itu, terhadap pengaduan yang diarahkan ke dirinya, Kassubag Program dan Data KPU Soppeng Jumarni menjelaskan, sebagai staf sekretariat KPU Kabupaten Soppeng, dirinya bersama staf sekretariat yang lain hanya menjalankan perintah Komisioner sesuai tugas dan fungsinya selaku staf pendukung di KPU Kabupaten Soppeng. Mengenai tuduhan perselingkuhan, Teradu Asniati Muin mengaku bahwa ini terkait dengan ucapannya “saya berusaha menutupi aibmu di luar” kepada Pengadu Herlina. Ungkapan itu, menurut Asniati, tidak dimaksudkan sebagai fitnah atau pencemaran nama baik Pengadu. Kalimat itu dia lontarkan sebagai reaksi spontan atas situasi yang memanas akibat perdebatan dan perbedaan pendapat yang sedang terjadi di dalam rapat. Di samping itu, Asniati sudah beberapa kali berusaha meminta maaf kepada Pengadu dan telah meminta bantuan KPU Provinsi Sulsel untuk mendamaikan persoalan ini. Namun, semua tidak ditanggapi oleh Pengadu. Bahkan dalam persidangan, Pengadu menyatakan bahwa dirinya tidak akan pernah memaafkan Teradu Asniati dan tidak akan bisa bekerjasama, baik dengan Teradu I, Teradu II, Teradu III, Teradu IV, Teradu V, maupun Teradu VI dalam menjalankan tugas sebagai anggota KPU Kabupaten Soppeng. Tindakan Pengadu ini dinilai oleh DKPP sebagai bahaya laten yang dapat merusak tata hubungan antar anggota KPU Soppeng yang bersifat kolektif-kolegial dan mengganggu relasi kerja pimpinan dengan kesekretariatan. Selain itu, keengganan Pengadu untuk mematuhi KPU Provinsi Sulawesi Selatan dalam proses mediasi antara dirinya dengan Teradu II merupakan sikap yang tidak lazim dalam pola hubungan kelembagaan KPU yang bersifat struktural-berjenjang. “Berdasarkan fakta tersebut, DKPP berpendapat bahwa Pengadu terbukti melakukan pelanggaran kode etik yaitu melanggar asas profesionalitas penyelenggara Pemilu dan kewajiban penyelenggara pemilu untuk memelihara dan menjaga kehormatan penyelenggara pemilu, melanggar kewajiban penyelenggara pemilu untuk tidak mengikutsertakan atau melibatkan kepentingan pribadi maupun keluarga dalam seluruh pelaksanaan tugas, wewenang dan kewajibannya,” demikian pertimbangan putusan DKPP terhadap sanksi kepada Pengadu, seperti dibacakan oleh Anggota Majelis Nur Hidayat Sardini. Pengadu dinilai telah melanggar ketentuan dalam Pasal 5 huruf I, Pasal 7 huruf a, Pasal 9 huruf d Peraturan Bersama Komisi Pemilihan Umum, Badan Pengawas Pemilihan Umum, dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilihan Umum Nomor 13 Tahun 2012, Nomor 11 Tahun 2012, dan Nomor 1 Tahun 2012 Tentang Kode Etik Penyelenggara Pemilu. Selanjutnya, berdasarkan Pasal 1 angka 22 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 dan Pasal 1 angka 22 Peraturan Bersama KPU, Bawaslu, dan DKPP Nomor 13, 11, dan 1 Tahun 2012 tentang Kode Etik Penyelenggara Pemilu DKPP sebagai penjaga marwah kehormatan dan kepercayaan dapat menjatuhkan sanksi kepada Teradu, Pihak Terkait, maupun Pengadu yang terbukti melanggar kode etik. “Menjatuhkan sanksi berupa Pemberhentian Tetap kepada Pengadu atas nama Herlina, S.E selaku Anggota KPU Kabupaten Soppeng terhitung sejak dibacakannya Putusan ini. Menjatuhkan sanksi berupa Peringatan Keras kepada Teradu II atas nama Asniati Muin, S. Ip,. M. Si selaku Anggota KPU Kabupaten Soppeng terhitung sejak dibacakannya Putusan ini,” berikut petikan putusan DKPP. Sidang putusan ini dilaksanakan di ruang sidang DKPP, Lt 5 Gedung Bawaslu, Jakarta. Majelis diketua oleh Ketua DKPP Prof. Jimly Asshiddiqie dengan Anggota Majelis Nur Hidayat Sardini, Saut Hamonangan Sirait, Valina Singka Subekti, Ida Budhiati, dan Endang Wihdatiningtyas. (ris)

Pilkada Soppeng Bukan Soal Uang atau Figur, tapi StrategiJAKARTA, berita-sulsel.com – Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), resmi memberhentikan secara tetap komisioner KPU Soppeng, Herlina dalam sidang kode etik yang diselenggarkan di Jakarta, Jumat (26/6/2015).

Padahal, dalam perkara ini, Helina bentindak sebagai pengadu terhadap rekan-rekannya sesama komisioner KPU Soppeng, serta pejabat sekretariatnya.


Setidaknya ada dua pokok pengaduan dari Herlina. Pertama pengaduan kepada Ketua KPU Soppeng Amrayadi serta Kassubag Program dan Data KPU Soppeng Jumarni. Dua orang tersebut menurut Herlina patut diduga melanggar kode etik penyelenggara Pemilu atas tindakannya yang menghentikan proses scanning C1 pemilihan legislatif 2014 yang akan diunggah ke website dan penerbitan formulir A5 yang sudah melampaui batas waktu yang ditentukan.

Sedangkan pokok pengaduan kedua adalah terkait tuduhan perselingkuhan. Pengadu Herlina tidak terima dirinya merasa dituduh telah menjalin hubungan perselingkuhan dengan sesama Anggota KPU Soppeng bernama Muhammad Hasbi. Tuduhan itu, kata Herlina, dilontarkan oleh Anggota KPU Soppeng Asniati Muin. Kasus ini pernah dibawa ke ranah pidana dan Asniati telah divonis satu bulan penjara atas tuduhan “penghinaan biasa”.

Dalam persidangan yang pernah digelar, Ketua KPU Soppeng beralasan bahwa penghentian scanning C1 tersbut bersifat sementara dan dilakukan bukan atas keputusan pribadinya. Melainkan telah dibahas dalam rapat pleno. Penghentian ini dilakukan karena formulir C1 yang ditampilkan di setiap portal tidak sesuai dengan yang berhologram.

Sedangkan, terkait penerbitan A5 yang telah melewati batas waktu, Amrayadi mengatakan, keputusan tersebut bukan atas kehendaknya sendiri, melainkan hasil keputusan bersama yang diambil setelah berkoordinasi dengan Divisi Data dan Divisi Hukum KPU Soppeng serta berkonsultasi dengan KPU Provinsi Sulawesi Selatan. Penerbitan formulir A5 ini dilandasi atas semangat memberikan hak konstitusional pemilih dalam menggunakan hak pilihnya.

Sementara itu, terhadap pengaduan yang diarahkan ke dirinya, Kassubag Program dan Data KPU Soppeng Jumarni menjelaskan, sebagai staf sekretariat KPU Kabupaten Soppeng, dirinya bersama staf sekretariat yang lain hanya menjalankan perintah Komisioner sesuai tugas dan fungsinya selaku staf pendukung di KPU Kabupaten Soppeng.

Mengenai tuduhan perselingkuhan, Teradu Asniati Muin mengaku bahwa ini terkait dengan ucapannya “saya berusaha menutupi aibmu di luar” kepada Pengadu Herlina. Ungkapan itu, menurut Asniati, tidak dimaksudkan sebagai fitnah atau pencemaran nama baik Pengadu. Kalimat itu dia lontarkan sebagai reaksi spontan atas situasi yang memanas akibat perdebatan dan perbedaan pendapat yang sedang terjadi di dalam rapat. Di samping itu, Asniati sudah beberapa kali berusaha meminta maaf kepada Pengadu dan telah meminta bantuan KPU Provinsi Sulsel untuk mendamaikan persoalan ini.

Namun, semua tidak ditanggapi oleh Pengadu. Bahkan dalam persidangan, Pengadu menyatakan bahwa dirinya tidak akan pernah memaafkan Teradu Asniati dan tidak akan bisa bekerjasama, baik dengan Teradu I, Teradu II, Teradu III, Teradu IV, Teradu V, maupun Teradu VI dalam menjalankan tugas sebagai anggota KPU Kabupaten Soppeng.

Tindakan Pengadu ini dinilai oleh DKPP sebagai bahaya laten yang dapat merusak tata hubungan antar anggota KPU Soppeng yang bersifat kolektif-kolegial dan mengganggu relasi kerja pimpinan dengan kesekretariatan. Selain itu, keengganan Pengadu untuk mematuhi KPU Provinsi Sulawesi Selatan dalam proses mediasi antara dirinya dengan Teradu II merupakan sikap yang tidak lazim dalam pola hubungan kelembagaan KPU yang bersifat struktural-berjenjang.

“Berdasarkan fakta tersebut, DKPP berpendapat bahwa Pengadu terbukti melakukan pelanggaran kode etik yaitu melanggar asas profesionalitas penyelenggara Pemilu dan kewajiban penyelenggara pemilu untuk memelihara dan menjaga kehormatan penyelenggara pemilu, melanggar kewajiban penyelenggara pemilu untuk tidak mengikutsertakan atau melibatkan kepentingan pribadi maupun keluarga dalam seluruh pelaksanaan tugas, wewenang dan kewajibannya,” demikian pertimbangan putusan DKPP terhadap sanksi kepada Pengadu, seperti dibacakan oleh Anggota Majelis Nur Hidayat Sardini.

Pengadu dinilai telah melanggar ketentuan dalam Pasal 5 huruf I, Pasal 7 huruf a, Pasal 9 huruf d Peraturan Bersama Komisi Pemilihan Umum, Badan Pengawas Pemilihan Umum, dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilihan Umum Nomor 13 Tahun 2012, Nomor 11 Tahun 2012, dan Nomor 1 Tahun 2012 Tentang Kode Etik Penyelenggara Pemilu. Selanjutnya, berdasarkan Pasal 1 angka 22 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 dan Pasal 1 angka 22 Peraturan Bersama KPU, Bawaslu, dan DKPP Nomor 13, 11, dan 1 Tahun 2012 tentang Kode Etik Penyelenggara Pemilu DKPP sebagai penjaga marwah kehormatan dan kepercayaan dapat menjatuhkan sanksi kepada Teradu, Pihak Terkait, maupun Pengadu yang terbukti melanggar kode etik.

“Menjatuhkan sanksi berupa Pemberhentian Tetap kepada Pengadu atas nama Herlina, S.E selaku Anggota KPU Kabupaten Soppeng terhitung sejak dibacakannya Putusan ini. Menjatuhkan sanksi berupa Peringatan Keras kepada Teradu II atas nama Asniati Muin, S. Ip,. M. Si selaku Anggota KPU Kabupaten Soppeng terhitung sejak dibacakannya Putusan ini,” berikut petikan putusan DKPP.

Sidang putusan ini dilaksanakan di ruang sidang DKPP, Lt 5 Gedung Bawaslu, Jakarta. Majelis diketua oleh Ketua DKPP Prof. Jimly Asshiddiqie dengan Anggota Majelis Nur Hidayat Sardini, Saut Hamonangan Sirait, Valina Singka Subekti, Ida Budhiati, dan Endang Wihdatiningtyas. (ris)

Comment