Kasus IAS Seharusnya Gugur Demi Hukum

Kasus korupsi yang dituduhkah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kepada Ilham Arief Sirajuddin ( IAS) saat ini dinilai sama persis dengan kasus pertama yang telah digugurkan keputusan praperadilan tertanggal 12 Mei lalu. Kesamaan dua kasus ini dibuktikan oleh para saksi fakta yang dihadirkan pada sidang gugatan praperadilan yang dilayangkan IAS kepada KPK kemarin (Jumat, 3/7). Sidang praperadilan kemarin memperdengarkan dua saksi fakta yaitu mantan Dirut PDAM Makasar, Hamzah Ahmad dan Kepala Bagian Distribusi PDAM, Oktavianus Arrang. Kedua saksi fakta ini telah dipanggil KPK untuk dua kasus yang dituduhkah kepada IAS. Menurut Hamzah, sebagaimana surat perintah penyidikan (sprindik) yang dicantumkan KPK dalam surat pemanggilannya sama persis dengan sprindik sebelumnya yaitu di kasus IAS pertama. Pada sprindik itu disebutkan bahwa dia dipanggil sebagai saksi atas dugaan kerugian negara dalam kerjasama antara PDAM Makasar dengan PT Traya Tirta Makasar dengan tersangka IAS dan Hengky Wijaya. Saat diperiksa penyidik, Hamzah menyebut pertanyaan penyidik juga tidak berbeda dengan pertanyaan saat dia dipanggil sebagai saksi untuk kasus pertama. "Saya diperiksa KPK di Mako Brimob Makasar pada 15 juni. Dalam pemeriksaan itu penyidik menyebut saya dipanggil untuk tersangka Ilham Arief Sirajuddin," kata Hamzah saat memberikan keterangan di sidang praperadilan kemarin. Sebelumnya pada 9 Juni, Hamzah hadir di kantor PDAM Makasar guna menerima sebagian barang bukti yang disita KPK pada kasus pertama dan sebagian lagi disita kembali untuk kasus kedua. Pada saat itu sambil menunggu proses administrasi dia membaca detil surat pemanggilan yang didalamnya tercantum Sprindik. Pernyataan yang sama juga disampaikan Oktavianus. Bahkan Oktavianus menghafal semua pertanyaan penyidik yang terbukti pertanyaan-pertanyaan tersebut hampir semuanya sama dengan saat dia diperiksa sebagai saksi pada kasus IAS sebelumnya. Hanya ada satu pertanyaan yang dihilangkan karena barang bukti untuk mendukung pertanyaan tersebut sudah tidak bisa ditemukan. "Yang berbeda antara pertanyaan di kasus pertama dan kedua hanya nama penyidik," kata Oktavianus. Hakim praperadilan kemarin dipimpin oleh hakim tunggal Amat Khusairi. dalam sidang itu, selain menghadirkan dua saksi fakta, hakim juga meminta pengacara pemohon untuk menghadirkan saksi ahli. Namun sayang karena permintaan hakim cukup cukup mendadak, saksi ahli yang direncanakan hadir pada sidang berikutnya terlambat beberapa menit dari waktu yang ditetapkan hakim yaitu jam 16.00 WIB. Tim pengacara IAS sempat meminta hakim menunggu 30 menit, namun permintaan itu tidak dikabulkan. Padahal pada sidang-sidang praperadilan sebelumnya sidang sering dilangsungkan sampai malam. Ahli hukum pidana, Prof Chaerul Huda menyebutkan penetapan tersangka terhadap dua perkara yang sama untuk kedua kalinya bertentangan dengan asas nebis en idem. Sebab itulah menurut dia, kasus IAS seharusnya gugur demi hukum. "Jika KPK ingin menerbitkan sprindik baru maka harus dengan kasus yang berbeda, bukan dengan kasus yang sama. Lihat saksi-saksi yang berubah hanya tanggalnya saja. Sementara pertanyaan dan keterangan yang disampaikan sama," kata Chaerul. Chaerul juga melihat KPK terkesan tidak sungguh-sungguh mengikuti sidang praperadilan. Terbukti, pada sidang pertama KPK tidak hadir. Sementara pada sidang kedua mereka hanya mengirimkan utusan. "Ini adalah sidang ketiga," tambah Chaerul. Sementara itu pihak KPK membantah tentang sprindik yang sama sebagaimana keterangan saksi. Menurut jaksa KPK, para saksi tidak melihat langsung surat penetapan tersangka dan hanya berpedoman pada surat pemanggilan yang di dalamnya tercantum sprindik. Tapi argumen ini terbantahkan mengingat surat pemanggilan juga merupakan dokumen resmi. Kasus yang dituduhkan ke IAS bermula temuan audit Badan Pemeriksa Keuangan tahun 2012 yang menyebukan kerugian negara sebesar Rp 38 miliar dari kerjasama.antara PDAM dengan PT Traya. Atas temuan itu BPK memberikan tiga rekomendasi. Pertama menagih kerugian ke PT Traya. Kedua meninjau kembali harga pokok air dan ketiga membatalkan kerjasama kedua belah pihak

Kasus korupsi yang dituduhkah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kepada Ilham Arief Sirajuddin ( IAS) saat ini dinilai sama persis dengan kasus pertama yang telah digugurkan keputusan praperadilan tertanggal 12 Mei lalu.Kesamaan dua kasus ini dibuktikan oleh para saksi fakta yang dihadirkan pada sidang gugatan praperadilan yang dilayangkan IAS kepada KPK kemarin (Jumat, 3/7).Sidang praperadilan kemarin memperdengarkan dua saksi fakta yaitu mantan Dirut PDAM Makasar, Hamzah Ahmad dan Kepala Bagian Distribusi PDAM, Oktavianus Arrang. Kedua saksi fakta ini telah dipanggil KPK untuk dua kasus yang dituduhkah kepada IAS.Menurut Hamzah, sebagaimana surat perintah penyidikan (sprindik) yang dicantumkan KPK dalam surat pemanggilannya sama persis dengan sprindik sebelumnya yaitu di kasus IAS pertama. Pada sprindik itu disebutkan bahwa dia dipanggil sebagai saksi atas dugaan kerugian negara dalam kerjasama antara PDAM Makasar dengan PT Traya Tirta Makasar dengan tersangka IAS dan Hengky Wijaya.Saat diperiksa penyidik, Hamzah menyebut pertanyaan penyidik juga tidak berbeda dengan pertanyaan saat dia dipanggil sebagai saksi untuk kasus pertama."Saya diperiksa KPK di Mako Brimob Makasar pada 15 juni. Dalam pemeriksaan itu penyidik menyebut saya dipanggil untuk tersangka Ilham Arief Sirajuddin," kata Hamzah saat memberikan keterangan di sidang praperadilan kemarin.Sebelumnya pada 9 Juni, Hamzah hadir di kantor PDAM Makasar guna menerima sebagian barang bukti yang disita KPK pada kasus pertama dan sebagian lagi disita kembali untuk kasus kedua. Pada saat itu sambil menunggu proses administrasi dia membaca detil surat pemanggilan yang didalamnya tercantum Sprindik.Pernyataan yang sama juga disampaikan Oktavianus. Bahkan Oktavianus menghafal semua pertanyaan penyidik yang terbukti pertanyaan-pertanyaan tersebut hampir semuanya sama dengan saat dia diperiksa sebagai saksi pada kasus IAS sebelumnya. Hanya ada satu pertanyaan yang dihilangkan karena barang bukti untuk mendukung pertanyaan tersebut sudah tidak bisa ditemukan."Yang berbeda antara pertanyaan di kasus pertama dan kedua hanya nama penyidik," kata Oktavianus.Hakim praperadilan kemarin dipimpin oleh hakim tunggal Amat Khusairi. dalam sidang itu, selain menghadirkan dua saksi fakta, hakim juga meminta pengacara pemohon untuk menghadirkan saksi ahli. Namun sayang karena permintaan hakim cukup cukup mendadak, saksi ahli yang direncanakan hadir pada sidang berikutnya terlambat beberapa menit dari waktu yang ditetapkan hakim yaitu jam 16.00 WIB.Tim pengacara IAS sempat meminta hakim menunggu 30 menit, namun permintaan itu tidak dikabulkan. Padahal pada sidang-sidang praperadilan sebelumnya sidang sering dilangsungkan sampai malam.Ahli hukum pidana, Prof Chaerul Huda menyebutkan penetapan tersangka terhadap dua perkara yang sama untuk kedua kalinya bertentangan dengan asas nebis en idem. Sebab itulah menurut dia, kasus IAS seharusnya gugur demi hukum."Jika KPK ingin menerbitkan sprindik baru maka harus dengan kasus yang berbeda, bukan dengan kasus yang sama. Lihat saksi-saksi yang berubah hanya tanggalnya saja. Sementara pertanyaan dan keterangan yang disampaikan sama," kata Chaerul.Chaerul juga melihat KPK terkesan tidak sungguh-sungguh mengikuti sidang praperadilan. Terbukti, pada sidang pertama KPK tidak hadir. Sementara pada sidang kedua mereka hanya mengirimkan utusan."Ini adalah sidang ketiga," tambah Chaerul.Sementara itu pihak KPK membantah tentang sprindik yang sama sebagaimana keterangan saksi. Menurut jaksa KPK, para saksi tidak melihat langsung surat penetapan tersangka dan hanya berpedoman pada surat pemanggilan yang di dalamnya tercantum sprindik. Tapi argumen ini terbantahkan mengingat surat pemanggilan juga merupakan dokumen resmi.Kasus yang dituduhkan ke IAS bermula temuan audit Badan Pemeriksa Keuangan tahun 2012 yang menyebukan kerugian negara sebesar Rp 38 miliar dari kerjasama.antara PDAM dengan PT Traya. Atas temuan itu BPK memberikan tiga rekomendasi. Pertama menagih kerugian ke PT Traya. Kedua meninjau kembali harga pokok air dan ketiga membatalkan kerjasama kedua belah pihak

Kasus korupsi yang dituduhkah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kepada Ilham Arief Sirajuddin ( IAS) saat ini dinilai sama persis dengan kasus pertama yang telah digugurkan keputusan praperadilan tertanggal 12 Mei lalu. Kesamaan dua kasus ini dibuktikan oleh para saksi fakta yang dihadirkan pada sidang gugatan praperadilan yang dilayangkan IAS kepada KPK kemarin (Jumat, 3/7). Sidang praperadilan kemarin memperdengarkan dua saksi fakta yaitu mantan Dirut PDAM Makasar, Hamzah Ahmad dan Kepala Bagian Distribusi PDAM, Oktavianus Arrang. Kedua saksi fakta ini telah dipanggil KPK untuk dua kasus yang dituduhkah kepada IAS. Menurut Hamzah, sebagaimana surat perintah penyidikan (sprindik) yang dicantumkan KPK dalam surat pemanggilannya sama persis dengan sprindik sebelumnya yaitu di kasus IAS pertama. Pada sprindik itu disebutkan bahwa dia dipanggil sebagai saksi atas dugaan kerugian negara dalam kerjasama antara PDAM Makasar dengan PT Traya Tirta Makasar dengan tersangka IAS dan Hengky Wijaya. Saat diperiksa penyidik, Hamzah menyebut pertanyaan penyidik juga tidak berbeda dengan pertanyaan saat dia dipanggil sebagai saksi untuk kasus pertama. "Saya diperiksa KPK di Mako Brimob Makasar pada 15 juni. Dalam pemeriksaan itu penyidik menyebut saya dipanggil untuk tersangka Ilham Arief Sirajuddin," kata Hamzah saat memberikan keterangan di sidang praperadilan kemarin. Sebelumnya pada 9 Juni, Hamzah hadir di kantor PDAM Makasar guna menerima sebagian barang bukti yang disita KPK pada kasus pertama dan sebagian lagi disita kembali untuk kasus kedua. Pada saat itu sambil menunggu proses administrasi dia membaca detil surat pemanggilan yang didalamnya tercantum Sprindik. Pernyataan yang sama juga disampaikan Oktavianus. Bahkan Oktavianus menghafal semua pertanyaan penyidik yang terbukti pertanyaan-pertanyaan tersebut hampir semuanya sama dengan saat dia diperiksa sebagai saksi pada kasus IAS sebelumnya. Hanya ada satu pertanyaan yang dihilangkan karena barang bukti untuk mendukung pertanyaan tersebut sudah tidak bisa ditemukan. "Yang berbeda antara pertanyaan di kasus pertama dan kedua hanya nama penyidik," kata Oktavianus. Hakim praperadilan kemarin dipimpin oleh hakim tunggal Amat Khusairi. dalam sidang itu, selain menghadirkan dua saksi fakta, hakim juga meminta pengacara pemohon untuk menghadirkan saksi ahli. Namun sayang karena permintaan hakim cukup cukup mendadak, saksi ahli yang direncanakan hadir pada sidang berikutnya terlambat beberapa menit dari waktu yang ditetapkan hakim yaitu jam 16.00 WIB. Tim pengacara IAS sempat meminta hakim menunggu 30 menit, namun permintaan itu tidak dikabulkan. Padahal pada sidang-sidang praperadilan sebelumnya sidang sering dilangsungkan sampai malam. Ahli hukum pidana, Prof Chaerul Huda menyebutkan penetapan tersangka terhadap dua perkara yang sama untuk kedua kalinya bertentangan dengan asas nebis en idem. Sebab itulah menurut dia, kasus IAS seharusnya gugur demi hukum. "Jika KPK ingin menerbitkan sprindik baru maka harus dengan kasus yang berbeda, bukan dengan kasus yang sama. Lihat saksi-saksi yang berubah hanya tanggalnya saja. Sementara pertanyaan dan keterangan yang disampaikan sama," kata Chaerul. Chaerul juga melihat KPK terkesan tidak sungguh-sungguh mengikuti sidang praperadilan. Terbukti, pada sidang pertama KPK tidak hadir. Sementara pada sidang kedua mereka hanya mengirimkan utusan. "Ini adalah sidang ketiga," tambah Chaerul. Sementara itu pihak KPK membantah tentang sprindik yang sama sebagaimana keterangan saksi. Menurut jaksa KPK, para saksi tidak melihat langsung surat penetapan tersangka dan hanya berpedoman pada surat pemanggilan yang di dalamnya tercantum sprindik. Tapi argumen ini terbantahkan mengingat surat pemanggilan juga merupakan dokumen resmi. Kasus yang dituduhkan ke IAS bermula temuan audit Badan Pemeriksa Keuangan tahun 2012 yang menyebukan kerugian negara sebesar Rp 38 miliar dari kerjasama.antara PDAM dengan PT Traya. Atas temuan itu BPK memberikan tiga rekomendasi. Pertama menagih kerugian ke PT Traya. Kedua meninjau kembali harga pokok air dan ketiga membatalkan kerjasama kedua belah pihak
Ilham Arief Sirajuddin

berita-sulsel.com – Kasus korupsi yang dituduhkah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kepada Ilham Arief Sirajuddin ( IAS) saat ini dinilai sama persis dengan kasus pertama yang telah digugurkan keputusan praperadilan tertanggal 12 Mei lalu.

Kesamaan dua kasus ini dibuktikan oleh para saksi fakta yang dihadirkan pada sidang gugatan praperadilan yang dilayangkan IAS kepada KPK kemarin (Jumat, 3/7).


Sidang praperadilan kemarin memperdengarkan dua saksi fakta yaitu mantan Dirut PDAM Makasar, Hamzah Ahmad dan Kepala Bagian Distribusi PDAM, Oktavianus Arrang. Kedua saksi fakta ini telah dipanggil KPK untuk dua kasus yang dituduhkah kepada IAS.

Menurut Hamzah, sebagaimana surat perintah penyidikan (sprindik) yang dicantumkan KPK dalam surat pemanggilannya sama persis dengan sprindik sebelumnya yaitu di kasus IAS pertama. Pada sprindik itu disebutkan bahwa dia dipanggil sebagai saksi atas dugaan kerugian negara dalam kerjasama antara PDAM Makasar dengan PT Traya Tirta Makasar dengan tersangka IAS dan Hengky Wijaya.

Saat diperiksa penyidik, Hamzah menyebut pertanyaan penyidik juga tidak berbeda dengan pertanyaan saat dia dipanggil sebagai saksi untuk kasus pertama.

“Saya diperiksa KPK di Mako Brimob Makasar pada 15 juni. Dalam pemeriksaan itu penyidik menyebut saya dipanggil untuk tersangka Ilham Arief Sirajuddin,” kata Hamzah saat memberikan keterangan di sidang praperadilan kemarin.

Sebelumnya pada 9 Juni, Hamzah hadir di kantor PDAM Makasar guna menerima sebagian barang bukti yang disita KPK pada kasus pertama dan sebagian lagi disita kembali untuk kasus kedua. Pada saat itu sambil menunggu proses administrasi dia membaca detil surat pemanggilan yang didalamnya tercantum Sprindik.

Pernyataan yang sama juga disampaikan Oktavianus. Bahkan Oktavianus menghafal semua pertanyaan penyidik yang terbukti pertanyaan-pertanyaan tersebut hampir semuanya sama dengan saat dia diperiksa sebagai saksi pada kasus IAS sebelumnya. Hanya ada satu pertanyaan yang dihilangkan karena barang bukti untuk mendukung pertanyaan tersebut sudah tidak bisa ditemukan.

“Yang berbeda antara pertanyaan di kasus pertama dan kedua hanya nama penyidik,” kata Oktavianus.

Hakim praperadilan kemarin dipimpin oleh hakim tunggal Amat Khusairi. dalam sidang itu, selain menghadirkan dua saksi fakta, hakim juga meminta pengacara pemohon untuk menghadirkan saksi ahli. Namun sayang karena permintaan hakim cukup cukup mendadak, saksi ahli yang direncanakan hadir pada sidang berikutnya terlambat beberapa menit dari waktu yang ditetapkan hakim yaitu jam 16.00 WIB.

Tim pengacara IAS sempat meminta hakim menunggu 30 menit, namun permintaan itu tidak dikabulkan. Padahal pada sidang-sidang praperadilan sebelumnya sidang sering dilangsungkan sampai malam.

Ahli hukum pidana, Prof Chaerul Huda menyebutkan penetapan tersangka terhadap dua perkara yang sama untuk kedua kalinya bertentangan dengan asas nebis en idem. Sebab itulah menurut dia, kasus IAS seharusnya gugur demi hukum.

“Jika KPK ingin menerbitkan sprindik baru maka harus dengan kasus yang berbeda, bukan dengan kasus yang sama. Lihat saksi-saksi yang berubah hanya tanggalnya saja. Sementara pertanyaan dan keterangan yang disampaikan sama,” kata Chaerul.

Chaerul juga melihat KPK terkesan tidak sungguh-sungguh mengikuti sidang praperadilan. Terbukti, pada sidang pertama KPK tidak hadir. Sementara pada sidang kedua mereka hanya mengirimkan utusan.

“Ini adalah sidang ketiga,” tambah Chaerul.

Sementara itu pihak KPK membantah tentang sprindik yang sama sebagaimana keterangan saksi. Menurut jaksa KPK, para saksi tidak melihat langsung surat penetapan tersangka dan hanya berpedoman pada surat pemanggilan yang di dalamnya tercantum sprindik. Tapi argumen ini terbantahkan mengingat surat pemanggilan juga merupakan dokumen resmi.

Kasus yang dituduhkan ke IAS bermula temuan audit Badan Pemeriksa Keuangan tahun 2012 yang menyebukan kerugian negara sebesar Rp 38 miliar dari kerjasama.antara PDAM dengan PT Traya. Atas temuan itu BPK memberikan tiga rekomendasi. Pertama menagih kerugian ke PT Traya. Kedua meninjau kembali harga pokok air dan ketiga membatalkan kerjasama kedua belah pihak. (rmol)

Comment