Prof Hamdan Menginspirasi Maba Stikes Mega Rezky

Prof Hamdan Menginspirasi Maba Stikes Mega Rezky

Prof Hamdan Menginspirasi Maba Stikes Mega Rezky

Prof Hamdan Menginspirasi Maba Stikes Mega Rezky
Foto Bersama : Prof Hamdan Menginspirasi Maba Stikes Mega Rezky

BERITA-SULSEL.COM – Profesor termuda UIN Alauddin Makassar, Prof. Hamdan Juhannis, PhD, Rabu siang, 12 Agustus membawakan materi pada acara Orientasi dan Pengenalan Kampus berbasis Charakter Building Program, mahasiswa baru STIKES Mega Rezky di kampusnya Jl. Antang Raya Makassar. Peserta berasal dari maba tahun akademik 2015 dari prodi kebidanan, perawat, farmasi dan analis kimia.

Selama dua jam lebih doktor lepasan Australian National University menginspirasi dan memotivasi mahasiswa baru untuk menjalani jalan panjang kehidupan dengan kerja keras. Menurutnya, kesuksesan seseorang hanya 1 persen dari kecerdasan tetapi 99 persen adalah kerja keras.


Pemaparan materi dengan gaya penuh humor dan bahasa gaul menjadika suasana semakin dinamis dan betul-betul menyedot perhatian mahasiswa. Ketika jadwal waktu sudah selesai, hampir semua peserta meminta untuk menambah jadwal waktunya.

Penulis buku otobiografi, Melawan Takdir ini juga menekankan pada seluruh mahasiswa baru, untuk tidak terpesona dengan apa dihasilkan dan menjadi kenyataan saat ini, tetapi yang perlu diperhatikan bagaiman cara orang itu mendapatkan hasil itu. Proses lebih penting dibandin dengan produk.

Prof Hamdan Menginspirasi Maba Stikes Mega Rezky
Prof Hamdan Menginspirasi Maba Stikes Mega Rezky

Sebelum membawakan materinya, para mahasiswa jauh hari telah dibagikan buku Melawan Takdir untuk dibaca. Sari pati dari buku itu, memberi inspirasi bagi mahasiwa bagaiman sosok Hamdan,seorang anak yatim dan miskin dari Desa Mallari Bone, tetapi dalam proses dan perjalanan nasibnya, mampu melawan kemiskinan dan ketidakberdayaan dengan sukses dan berhasil menyelesaikan studi S1 UIN Alauddin, S2 di Kanada serta S3 di Australia dan kembali ke almamaternya UIN Alauddin menjadi profesor termuda.

Hamdan menjelaskan, takdir yang dilawan sesuai jalan cerita kehidupannya dalam buku itu, adalah takdir dalam pendekatan sosiologis, bukan takdir dalam pengertian teologis. “Bisa dibayangkan saya anak yatim umur tiga tahun bapak meninggal dengan bapak hanya penjual obat dari pasar ke pasar serta ibu seorang penenun sarung sutera, tetapi realitas kehidupan itu menjadi tantangan berhasil saya hadapi dan mampu menginjakkan kaki di negara empat musim Kanada dan Australia yang selama hidupnya hanya dilihat lewat televisi,”tegas kolumnis di media cetak Makassar ini. (ft)


Comment