MAKASSAR, BERITA-SULSEL.COM – Pengurus Daerah (Pengda) Perhimpunan Jurnalis Indonesia (PJI) Sulawesi Selatan meminta oknum-oknum tertentu menghentikan eksploitasi profesi wartawan melalui komersialisasi budaya dan kearifan lokal daerah.
Keprihatinan ini disampaikan Sekertaris Pengda PJI Sulsel, Hendra Nick Arthur saat menerima keluhan dari sejumlah pekerja pers di Toraja beberapa waktu yang lalu.
“Sudah banyak keluhan yang kami terima dari teman-teman jurnalis Toraja. Kami pikir ini hanya persaingan sesama profesi. Memang itu biasa terjadi di sebuah daerah. Tetapi kelihatannya keluhan teman-teman ini berasal dari oknum yang sering mengkalaim diri sebagai putra daerah,” ucap dia.
Pria asal Kanuruan, Toraja Utara ini mengaku telah memperoleh beberapa fakta langsung yang di lapangan ternyata keluhan perilaku oknum tertentu ini tidak hanya berasal dari kalangan jurnalis saja. (baca juga : Gabungan Wartawan di Bone Kecam Aksi Arogan Oknum Polisi)
Salah satu pimpinan cabang Bank Sulselbar daerah itu juga mengeluhkan hal yang sama. “Kami sempat dihubungi Humas Bank Sulselbar. Katanya ada oknum yang mengaku jurnalis senior menawarkan jasa program lomba penulisan dan menjanjikan akan melibatkan seluruh wartawan di Toraja,” kata Hendra saat dihubungi di Makassar, Selasa (15/9/2015).
Menurutnya, perilaku yang sering menjual jasa profesi jurnalis ke narasumber sebaiknya tidak dilakukan orang yang belum profesional dalam menjalankan profesi.
“Jika oknum itu memang seorang jurnalis yang punya integritas. Sebaiknya mempertimbangkan adanya pelibatan jurnalis se-Toraja. Sebab tanpa dukungan teman-teman profesi, bisa saja hal ini menimbulkan konflik,” ujarnya
Sebenarnya hal-hal inilah yang sering kami sampaikan ke teman-teman jurnalis di Makassar. “Hati-hati jadi makelar profesi,” ucapnya.
Undang-undang Pers tidak pernah melarang pihak-pihak tertentu menggelar lomba penulisan warga dalam mempromosikan sebuah produk atau membangun pencitraan positif perusahaan tertentu.
“Tetapi ingat, hati-hati melibatkan unsur pekerja pers dalam program promosi. Sebaiknya pihak-pihak yang menggelar kegiatan itu memahami apa yang dimaksud dengan KEJ. Jurnalistik itu bukan dipelajari melalui google,” ucap dia.
KEJ yang dikenal dengan Kode Etik Jurnalistik, kata dia sudah sangat jelas mengenal aturan yang menegaskan bahwa Wartawan Indonesia tidak menerima suap dan tidak menyalahgunakan profesi.
“Sebaiknya aturan ini yang perlu dipahami oknum-oknum yang hobby menjual-jual profesi teman-teman,” tegas dia.
Dia menjelaskan, sejumlah organisasi pers saat ini tengah melakukan kajian dan memantau oknum-oknum yang kerap memanfaatkan profesi untuk kepentingan bisnis dan berpotensi melakukan tindak pidana korupsi.
Pengda PJI Sulsel berencana akan menggandeng organisasi lainnya untuk menelusuri oknum-oknum tertentu yang sering menggunakan modus ini untuk menggerogoti anggaran daerah.
“Perilaku ini jelas berdampak sistemik bagi profesi. Biasanya aparat pemerintahan, khususnya humas-humas daerah kerap menggunakan jasa mereka untuk menggerogoti uang negara,” jelasnya.
Dia mengimbau agar rekan-rekan pekerja pers bisa mengawasi dan melaporkan oknum-oknum tertentu yang sering memanfaatkan profesi untuk kepentingan ini.
“Mengapa kami tertarik menelusuri permasalahan ini. Banyak industri media lokal yang mengeluh budget iklan dan advetorial mereka dibatasi. Padahal setiap tahun, dana publikasi dan kerjasama media terus bertambah. Ini ada apa ?,” ucapnya. (*/rilis)
Comment