Koruptor Sangat Bernafsu Almarhumkan KPK

Koruptor Sangat Bernafsu Almarhumkan KPK

Koruptor Sangat Bernafsu Almarhumkan KPK

Koruptor Sangat Bernafsu Almarhumkan KPK
Ilustrasi

BERITA-SULSEL.COM – Mayoritas publik tidak rela KPK dibutuh. Mereka ingin KPK tetap ada untuk memberantas korupsi yang masih marak di negeri ini. Tapi kenapa DPR ngotot merevisi UU KPK dan membatasi usia komisi antirusuah itu 12 tahun saja. Padahal, hanya koruptor yang ingin KPK almarhum.

Sejak muncul isu bakal ada revisi UU KPK Senin pekan lalu, berbagai gerakan penolakan dilakukan publik. Aktivis antikorupsi, akademisi, mahasiswa, dan masyarakat biasa menyuarakan penolakan rencana itu. Di media sosial penolakan serupa terjadi. Hastag #SaveKPK dan #JanganBunuhKPK sangat ramai di twitter. Petisi yang berjudul “Jangan Bunuh KPK, Hentikan Revisi UU KPK” mendapat dukungan masif. Sampai pukul 10 malam ini, petisi ini sudah ditandatangani 40.509 orang.


Tapi, DPR seakan menutup mata penolakan ini. Siang ini (Senin, 12/10/2015), pembahasan revisi UU KPK akan terus dikaji di Badan Legislasi alias Baleg DPR. Jika di Baleg lolos, pembahasan ini akan dibawa ke Badan Musyawarah (Bamus) DPR dan selanjutnya akan disidangkan di Paripurna DPR untuk ditetapkan sebagai program legislasi nasional (Prolegnas) prioritas DPR tahun 2015.

Kondisi ini membuat pakar hukum Universitas Trisaksi Yenti Garnasih heran bukan kepalang.

“Revisi ini jelas-jelas akan melemahkan dan membunuh KPK secara perlahan. Revisi ini yang diinginkan koruptor. Kenapa DPR terus ngotot mau merevisi. Wajar jika masyarakat curiga DPR mau membela koruptor,” ujar Yenti, Minggu (11/10/2015).

Bagi Yenti, hitung-hitungan DPR bahwa umur KPK cukup 12 tahun lagi tidak masuk akal. Hitung-hitungan itu tak berdasar. Tanpa ada evaluasi dan tak ada indikantor yang jelas.

“Angka 12 tahun itu dari mana? Kalau sudah dievaluasi dalam 5 tahun ini korupsi kita turun, bolehlah ada pembatasan itu. Tapi kan hasil evaluasinya korupsi justru meningkat. Perkiraan saya, dalam 20 tahun lagi juga korupsi sulit hilang,” jelas Yenti.

Yenti meminta DPR tidak terus beralasan perlu revisi karena KPK adalah lembaga ad hoc. Menurutnya, istilah itu harusnya sudah hilang. Sebab, dalam konvensi dunia tentang pemberantasan korupsi pada 2003 lalu, dunia cenderung mempertahankan KPK, walau fungsinya mulai dikurangi. Nah, Indonesia sudah meratifikasi konvensi itu dan membentuk undang-undangnya pada 2006.

“Jadi, sangat aneh jika saat ini DPR mau membatasi usia dan melemahkan KPK. Padahal, dalam konvensi 2003 disebutkan bahwa KPK adalah badan independen yang punya kekhususan seperti kewenangan penyadapan,” jelasnya. (*)

Comment