Maksimalkan Gerakan, Mahasiswa dan Buruh Harus Buka Diri

Maksimalkan Gerakan, Mahasiswa dan Buruh Harus Buka Diri1799910138_n
Maksimalkan Gerakan, Mahasiswa dan Buruh Harus Buka Diri

BERITA-SULSEL.COM – Peran gerakan mahasiswa dan buruh dalam melakukan perubahan di Indonesia sangat besar, termasuk di Makassar. Namun, setiap aksi yang dilakukan keduanya tak memberikan efek positif bagi masyarakat secara umum, baik dari segi ekonomi, sosial, hukum maupun politik. Sehingga, mahasiswa dan buruh harus membuka diri dengan elemen lain, termasuk mengkaji setiap isu atau pesan yang ingin disampaikan.

Hal ini disampaikan Dosen Hukum UIN Alauddin, Dr Fadli Andi Natsif SH MH dalam diskusi terbuka dengan tema “Reorientasi Gerakan Mahasiswa dan Buruh di Makassar”, Senin (21/12/2015) di Warkop Cappo. Diskusi ini dilaksanakan Mahasiswa Hukum UIN Alauddin bersama Galesong Institute.


“Mahasiswa dan buruh adalah dua komponen yang memiliki keterkaitan dalam melakukan perubahan di negeri ini, khususnya dalam perbaikan ekonomi dan sistem pemerintahan yang baik. Jika mau mereorientasi gerakan saat ini, buruh dan mahasiswa harus kembali melakukan evaluasi, memperjelas tujuan dari gerakan mereka. Sebab, ada tiga unsur gerakan, yakni tingkat local, nasional dan global. Semua harus punya tujuan yang jelas,” ungkap Fadly.

Menurutnya, ruang ringkup materi gerakan mahasiswa dan buruh harus diketahui dengan baik, khususnya dalam masalah politik, penegakan hukum maupun ekonomi. “Masalah hukum saat ini banyak mendapat perhatian dan pengawalan, khususnya kasus korupsi. Sedang masalah ekonomi masih bergelut soal kesejahteraan, hingga saat ini belum menemukan titik penyelesaian,” ujarnya.

Bentuk gerakan buruh dan mahasiswa harus menyesuaikan dengan kondisi yang ada saat ini, khususnya aksi dijalanan. Gerakan tersebut harus disertai pemahaman yang cukup, bukan hanya sekedar berteriak.

“Tak hanya itu, bentuk gerakan bukan hanya dijalanan, tapi juga bisa dilakukan dalam bentuk diskusi dan pentas seni. Pola ini bisa menyampaikan pesan secara efektif,”ujarnya.

Sementara itu, Ketua Badko HMI Sulselbar, Pahmudin Cholik mengatakan, setiap gerakan yang dilakukan mahasiswa saat ini kurang efektif. Mereka tak aktif melakukan kajian isu sebelum turun ke jalan. Sehingga, banyak gerakan mahasiswa hanya teriakan kosong.

“Sebagai ketua lembaga yang aktif dalam gerakan sosial ditingkat mahasiswa. Saya berharap, lembaga intra kampus terlalu takut dalam menghadapi tekanan dari akademik, termasuk soal nilai yang ditahan. Ini menjadi kelemahan mereka,” paparnya.

Lembaga intra kampus saat ini, jelas Cholik, harus membuka diri dengan melibatkan semua elemen untuk menyamakan visi dan misi dalam melakukan perubahan. Jangan sampai gerakan hari ini tertukar, dimana buruh tampil di depan, sedang mahasiswa tinggal di belakang. Hal ini harus kembali dievaluasi, buruh dan mahasiswa harus sejalan dalam meneriakan satu kebenaran.

“Semua elemen dan organ gerakan mahasiswa harus kembali disatukan kembali, semua harus didiskusikan bersama sebelum turun ke jalan,” ujarnya.

Menurutnya, mahasiswa ditingkat kampus yang tergabung dalam BEM fakultas maupun BEM universitas menjadi ujung tombak untuk melakukan pengawalan setiap permasalahan yang ada di negeri ini.

Kata dia, hampir setiap lembaga pemerintahan di negeri tak lagi rasional, apa lagi dalam memberikan kesejahteraan kepada masyarakat. Sehingga, masalah ini harus mulai dijawab masyarakat kampus.

“Kami berharap, mahasiswa tetap bisa menjadi agen perubahan, baik dari segi moral maupun masalah di negeri ini,” paparnya.

Upah Buruh Indonesia Rendah

Sementara itu, Ketua Partai Rakyat Demokrasi (PRD) yang juga aktivis buruh Sulsel, Ansar Manrulu yang hadir sebagai pembicara dalam diskusi soal reorientasi gerakan mahasiswa dan buruh di Makassar mengatakan, setiap gerakan saat ini harus bisa mengikuti pergerakan zaman, politik maupun ekonomi. Termasuk mahasiswa maupun buruh yang ingin melakukan perbaikan nasib.

“Kenapa demo bakar ban masih tetap dilakukan, ini hanya sebagai luapan emosi dan cara menyampaikan informasi yang dinilai paling mudah,”ujarnya.

Hingga saat ini, jelas Ansar, penerapan upah untuk buruh di Indonesia masih sangat rendah. Hal itu diperparah dengan banyaknya perusahaan yang melakukan pelanggaran, tak memberikan hak kepada buruh sebagaimana yang telah ditetapkan pemerintah.

Selain itu, pengusaha yang menggunakan jasa pekerja kadang mendapatkan dukungan dari pemerintah dengan membiarkannya melakukan pelanggaran. Apa lagi upah yang diberikan jauh dari layak. Hal inilah yang kadang memicu adanya aksi gerakan. Hal ini seperti ini menjadi penjajahan masyarakat dari penguasa dan pengusaha, baik dari dalam negeri maupun asing dari segi ekonomi.

“Upah di Indonesia masih sangat rendah dari semua negara. Sehingga, tak heran jika kita melihat banyak masyarakat memilih bekerja di luar negeri, tak peduli menjadi budak demi mendapatkan uang. Sehingga, banyak dari mereka diperlakukan tak manusiawi,” paparnya.

Hal ini diperparah dengan terpuruknya industri lokal dengan maraknya gempuran asing, sehingga memicu aksi pemutusan hubungan kerja. Untuk itu, mahasiswa dan aktivis buruh harus bersama mengawal masalah ini. (*)

Comment