Produk Jurnalistik Bermasalah Hukum, Penyidik Polisi Harus Gunakan UU Pers

Produk Jurnalistik Bermasalah Hukum, Penyidik Polisi Harus Gunakan UU Pers
Produk Jurnalistik Bermasalah Hukum, Penyidik Polisi Harus Gunakan UU Pers

BERITA-SULSEL.COM – Setiap produk jurnalistik yang dinyatakan bermasalah dengan hukum dan melibatkan seorang wartawan. Maka, penyidik kepolisian harus menggunakan Undang-undang Pers, bukan hukum pidana umum. Hal ini telah diatur dengan baik, tapi sayangnya, masih banyak penyidik tak paham soal itu.

Hal ini disampaikan Dosen Fakultas Hukum UIN Alauddin, Dr. Fadli Natsir dalam diksusi terbuka dengan tema “Pers dan Kebebasan Berekspresi” di Makassar, Rabu (30/12/2015). Menurutnya, penanganan pelanggaran kode etik jurnalistik yang dilakukan harus menggunakan undang-undang pers nomor 40 tahun 1999 sebagai acuan dalam menyelesaikannya.


“Ketika ada pemberitaan yang dianggap melakukan pelanggaran hukum dengan pencemaran nama baik, maka kepolisian harus menggunakan undang-undang perlindangan pers. Bukannya menjerat dengan pasal-pasal KUHP, karena itu tidak relevan,” ujarnya.

Hal senada disampaikan anggota LBH Pers, Angga Reksa. Kata dia, angka kekerasan terhadap wartawan terus meningkat sepanjang tahun.

“Tujuan acara ini untuk merefleksi kepada publik agar selalu melakukan perlindungan dan memberikan ruang atas kemerdekaan pers serta kebebasan berekspresi,” jelasnya.

Menyikapi hal tersebut, Kepala Bidang (Kabid) Hubungan Masyarakat (Humas) Polda Sulselbar, Kombes Pol Frans Barung Mangera menjelaskan, terjadinya beberapa tindak kekerasan terhadap awak media disebabkan tidak diterapkannya kode etik jurnalistik. Hal ini menyebabkan narasumber melaporkan langsung kepada polisi, meski dalam Undang-undang Perlindungan Pers No. 40 Tahun 1999 diakui langkah yang diambil tidaklah tepat.

“Terjadinya tindak kekerasan terhadap pers, dikarenakan pemahaman terhadap kode etik junalistik yang tidak diterapkan. Terlebih banyak diantara teman-teman tidak lagi mempertimbangkan pemberitaan yang mengkonfirmasi kedua belah pihak,” ungkap Frans.

Selain itu, kekerasan yang terjadi terhadap wartawan yang berada di lapangan disebabkan pihak kepolisian yang turun mengamankan cenderung merupakan anggota baru dan muda. Sehingga ketika terjadi bentrokan, mereka tidak paham dalam memberlakukan awak pers sebagai mitra dalam kerja mereka.

Namun, Frans berharap agar setiap pemberitaan yang dimuat bisa mengakomodasi kedua belah pihak dengan mengkonfirmasi terkait isu yang akan diangkat. Sehingga keluhan terhadap pemberitaan yang dihasilkan bisa bermanfaat, bukan mendeskriminasi salah satu pihak. (*)

Comment