Penjual Buroncong Bertahan di Tepi Zaman

Selviana Dewi
Mahasiswa KPI FDK UIN Alauddin Makassar
Melaporkan dari Passimbungang Kabupaten Gowa

Penjual Buroncong Bertahan di Tepi Zaman
Agus Dg Bombong penjual buroncong yang masih betahan menjual kue kas asal Makassarini . (foto:selviana dewi)

BERITA-SULSEL.COM – Buroncong adalah nama salah satu jenis kue khas di Kota Makassar. Kue ini memiliki rasa yang gurih, bentuknya seperti busur atau setengah lingkaran dan mirip dengan kue pukis. Buroncong ini agak mulai jarang ditemukan karena sudah tidak banyak orang yang menjualnya.


Agus Dg Bombong adalah seorang penjual buroncong yang tinggal di Bontomanai Kabupaten Gowa. Lulusan SD ini, harus melanjutkan usaha kedua orang tuanya sebagai penjual buroncong agar kebutuhan keluarganya bisa terpenuhi.

Dg Bombong yang telah berusia 50 tahun ini, harus menghidupi seorang istri dan tiga orang anak. Istrinya bernama Manisan Dg Te’ne, anak pertama dari suami istri ini, sudah menempuh hidup baru, anak keduanya pun hanya tamat SMA dan anak ketiga masih duduk di bangku SD kelas 5

Pekerjaan menjadi penjual buroncong telah dilakoni selama 30 tahun, semenjak ia masih berusia 20 tahun. Agus yang lahir di Tangkeballa ini, harus ikhlas menjalani kerasnya hidup demi menafkahi keluarganya.

Menjadi penjual buroncong harus mengeluarkan modal sekitar Rp. 60.000,- perhari. Itupun ia harus keliling dari kampung ke kampung menjajakkan kue buroncongnya. Keuntungan yang diperoleh dari menjual kue itu, tiap harinya berkisar antara Rp. 40.000,- sampai dengan Rp. 60.000,-.

Bahan yang harus di siapkan guna membuat buroncong yaitu : 1 kg terigu, 1 liter gula, 3 buah kelapa parut, dan air secukupnya. Cara pembuatannya sangat mudah yaitu, semua bahan itu dicampur, lalu aduk sampai merata, kemudian dimasukkan kedalam cetakan yang telah disediakan.

“Pekerjaan ini yang cocok untuk saya, karena dulu saya sudah coba kerja menjadi buruh bangunan tapi itu tidak lama. Akhirnya saya kembali menjual buroncong keliling mengendarai sepeda, walaupun itu harus menguras tenaga dan harus berpanas-panasan, saya akan berusaha agar kebutuhan keluarga bisa terpenuhi”, ujarnya sambil tersenyum saat ditemui Selasa, (29/03/2016).

Bapak beranak tiga ini berkeinginan agar anak keduanya bisa kuliah tapi apa daya makan sehari-hari pun kadang kala tak cukup, apalagi jika ia harus menyekolahkan anaknya ke jenjang pendidikan tinggi.

Semua orang tua menginginkan anaknya sukses, begitupun dengan Agus. Tapi, lagi-lagi biaya kuliah mengharuskan untuk menyurutkan niatnya menyekolahkan anak keduanya itu. (*)

Baca Juga

Bisnis Pondokan Menjamur Disekitar Kampus II UIN Alauddin Makassar

Dr Wasilah, Dosen Teladan Kementerian Agama RI

Lampu Jalan di Bundaran Samata Gowa Hanya Pajangan

Comment