Negeri Para Pemimpi

Ahlan Mukhtari Soamole
Ahlan Mukhtari Soamole

Oleh : Ahlan Mukhtari Soamole

Banyak masyarakat dalam suatu lingkungan atau wilayah tertentu. Memiliki keterdapatan sumber kehidupan berupa ketahanan pangan, tumbuh-tumbuhan bahkan sumber daya alam yang melimpah. Keberadaan Sumber daya alam (natural resource) tersebut. Yang pada gilirannya menandakan suatu kelompok tersebut, memiliki kehidupan keberagaman yang sehat sejahtera.


Suatu negara kekuatan mendasar terletak pada rakyat sebagai penggerak ataupun upaya bermasyarakat secara resiprokal. Namun, secara umum, bernegara dengan baik ialah terintegrasi pola serta relevansi antara rakyat, wilayah dan pemerintah. Sehingga, mencapai hasil yang signifikan. Dalam konteks ini, bernegara di Indonesia, apabila kita runut lebih jauh lagi seharusnya mendahulukan kepentingan masyarakat sekaligus menyuguhkan kebijakan dan aturan yang diimplementasikan itu sebaik-baiknya.

Oleh karena itu, pemanfaatan keberagaman sumber daya alam (natural resources) maupun sumber daya manusia (human resources) dalam negara sebagaimana perlu keseriusan yang murni serta otentik. Sehingga memunculkan suatu kepercayaan (trust) atas masyarakat, dalam suatu negara tertentu khususnya di Indonesia.

Hal-hal di atas tersebut, sangatlah mendukung yakni keberadaan teritori, rakyat dan pemerintah. Mengenai wilayah atau teritorial. Menurut Hj. Sri Hayati, dkk ( 2007). Wilayah Indonesia memiliki luas 1.919.317 Km2, sedangkan luas laut 2,5 juta Km2 sehingga keseluruhannya 8,5 juta Km2 . Dan sumber daya alam (natural resources) yang mendukung khususnya sumber daya mineral. Di Daerah Kalimantan penyebaran maseral batubara—bila dipetakan secara geologi sangatlah luas.

Sehingga di daerah tersebut memberikan prospek jangka panjang yang berpotensi di eksplorasi maupun di eksploitasi. Papua sebagai daerah mineralisasi sumber daya logam misal tembaga, emas dan perak. Hal itu dapat di lihat pada saat ini, PT. Freeport, mr moran yang sedang menambang sumber daya alam tersebut. Dengan mengikuti kebijakan yang berlaku saat ini. Terdapat pula di kawasan daerah-daerah lainnya di Indonesia, Sumatera, Jawa dan Maluku.

Rakyat di Indonesia adalah bagian dari proses bentukan sejarah yang melewati masa-masa silam penuh konfrontasi serta, gerakan memperoleh kemerdekaan secara manusiawi. Rakyat pada sebelumnya, masih sebagai bangsa-bangsa nusantara. Oleh karena itu, dengan satu pandangan tujuan serta semangat berbangsa-bangsa tersebut dapat mengusir para penjajah—Portugis, Spanyol, Inggris, Jepang dan Belanda–imprealisme dan kolonialisme dari, bumi nusantara sekarang Indonesia.

Sekilas suatu pemahaman tentang arti urgen keberagaman di Indonesia atas kekuatan rakyat Indonesia.

Begitu pun dengan pemerintahan di Indonesia, sebagaimana menganut prinsip demokratis. Dengan mengedepankan rakyat sebagai kekuatan dalam sistem bernegara. Suara rakyat kemudian menentukan keontetikkan pelaksanaan demokrasi. Baik pelaku maupun stakeholder tertentu. Untuk mencapai demokrasi yang keIndonesiaan perlu diutamakan hak-hak rakyat sebagaimana mestinya.

Indonesia adalah negara demokrasi yang terejawantahkan dalam pancasila sebagai landasan bernegara. yang menjadi upaya cita-cita serta pandangan hidup (Weltanschaung) mencapai masyarakat bermusyawarah mufakat dan berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Namun, dibalik kekayaan serta modal sosial yang dimiliki masyarakat Indonesia belumlah sepenuhnya dilaksanakan secara baik, dan mencapai hasil yang signifikan. Korespondensi antara aturan dan pematuhan yurispudensi atas kebijakan tersebut–yang berlangsung di Indonesia–belum memiliki keterpautan objektif. Sejak masa pra kemerdekaan sampai pasca kemerdekaan. Dan setelah masa pasca reformasi, terlihat Indonesia menunjukan suatu ketimpangan sosial, degradasi mental dan moralitas bangsa. Yang pada gilirannya, dapat melakukan suatu tindakan yang mencerminkan perbuatan ketidakmanusiawiaan atas orang lain.

Mental Seorang Pemimpi

Pengaruh perkembangan pada abad ke-21 menutuntun orang-orang untuk memperkuat sinergitasnya dalam meningkatkan persaingan diberbagai lini. Hal ini tentu tidaklah terlepas dari upaya konsepsi pembangunan, dalam menentukan arah pembangunan melalui berbagai tahap pertimbangan. Pembangunan yang mencapai hasil konsesus di berbagai negara khususnya diikuti oleh negara berkembang di Indonesia bersifat keterpaksaan. Banyak para elite maupun pelaksana sistem serta kebijakan. Hanyalah mencoba mengutarakan konsep serta merencanakan pembangunan berbentuk model modern atau berbentuk fisik semata.

Bahkan pun cara pandang sudah mengarah pada konsep industrialisasi yang jelas kita belum mampu menjadi seorang pengendali dan perencanaan yang baik. Sebagaimana dalam buku Rudoolf Mr Azek ( 2006 ) istilah Marx tentang engineer, insyinyur atau pekerja menyangkut pembangunan industrialisasi maupun pembangunan fisik yakni sebuah kelas buruh yang unggul. Dalam konteks ini pemahaman akan keterpautan negara dalam suatu situasi kolektifitas belum sepenuhnya dipahami secara kompherensif oleh masyarakat. Sehingga, upaya ketercapaian bernegara dengan baik perlu dikonstruk sedemikian rupa. Selama masih merepresentasikan upaya yang berarti dan baik.

Implementasi kenegaraan sebagaimana relevansinya antara pemerintah, rakyat menjadi suatu keutamaan dalam membangun tindakan komunikatif dan pemberdayaaan melalui suatu wilayah. Sampai kini pun masih lemah upaya-upaya dalam merealisasikan hal tersebut. Bahkan representasi secara keterbukaan pun belum mencapai titik kulminasi sebagaimana diharapkan. Hal ini akan terwujud ketika keseriusan yang dibangun betul-betul mengarah pada pembangunan manusia yang berwatak , berkarakter keIndonesiaan.

Dengan menghayati kaidah-kaidah pokok falsafah kenegaraan Indonesia. Di antaranya ialah pancasila sebagai Ideologi negara, UU DASAR 1945 sebagai pedoman dan fundamentalnya ialah mengkonstruk kembali kebhinekaan tunggal ika sebagai penguatan atas keberagaman bangsa di Indonesia.

Oleh sebab itu, bila dilaksanakan hal-hal mendasar seperti di atas. Maka bangsa Indonesia khususnya para pelaksana sistem kenegaraan tidaklah pasif serta berada dalam kebisungan dan kekeliruan. Baik secara material maupun non materialis. Menurut Muhammad Baqir Ash-Shadr (2011). Menyangkut materialis ialah hal-hal bersifat menikmati berbagai hal keintelektualitas seseorang serta spritualitas. Sebaliknya materialis mencari kesenangan secara kesiapan yang inheren misal mencari makan, minum, hubungan seksual dan sebagainya. Maka seseorang dalam mengutarakan konsep harus pula memikirkan kemaslahatan serta konsekuensi murni yang dapat diterima oleh masyarakat maupun bangsa. Konsep akan arti pembangunan manusiawi. Dalam membentuk watak, nalar dan perilaku bernegara dengan baik.

Oleh karena itu, tidaklah terjerembab dalam sebuah keterpurukan apabila dapat menunjukan perilaku sebagaimana mestinya. Sehingga tak menjadi suatu simbol bahwa seseorang atau pemimpin hanyalah menjadi pemimpi.
‘’Jadilah seorang pemimpin atas dirimu sendiri maka, kamu akan menjadi pemimpin bagi orang banyak’’
‘’Tembaga tidak pernah mengetahui dirinya tembaga sebelum ia berubah menjadi emas’’

Comment