Harga Cabai Melonjak, Kementrian Pertanian Usulkan Pemetaan

Cabai
Cabai

JAKARTA, BERITA-SULSEL.COM – Harga cabai melonjak di berbagai daerah. Di Jawa Barat, harga rawit hijau mencapai Rp 80 ribu per kilogram dan rawit merah mencapai Rp 100 ribu per kilogram.

Di Pasar Terong, Makassar, pedagang menjual cabai naik Rp 100 ribu per kilogram karena saat dibeli dari tengkulak harga cabai sudah mahal. Harga cabai bahkan menyentuh Rp 200 ribu per kilogram di Samarinda, Kalimantan Timur.


Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution heran dengan tingginya hargai cabai di Samarinda. Dia menilai harga itu sangat tidak wajar dan tak dapat dibiarkan.

Untuk melakukan upaya-upaya penurunan harga, Darmin menyatakan akan berkoordinasi dengan Menteri Pertanian Amran Sulaiman.

“Tidak ada jalan lain, kalau naik begitu, diusahakan kirim ke sana. Kalau di Samarinda naik, dicari jalannya kirim dari daerah lain karena di daerah lain kan tidak segitu,” ujar Darmin di kantornya pada Rabu, 4 Januari 2017.

Bagaimana pandangan dari Kementrian Pertanian ?

“Diperlukan pemetaan pertanian secara nasional untuk mengatasi melonjaknya harga komoditas pangan di musim-musim tertentu,” kata Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Kementerian Pertanian, Muhammad Syakir pada Sabtu 7 Januari 2017.

Syakir menyarankan adanya rencana kemandirian produksi di masing-masing pulau di Indonesia. Balitbang Kementan, katanya, sudah mengembangkan pemetaan itu.

Pemetaan tersebut diperlukan, kata Syakir, misalnya untuk menghadapi musim hujan. Di saat musim hujan, ada daerah-daerah yang terlanda hujan parah dan ada juga yang tidak terlalu parah. “Misalnya di Sulawesi Selatan, di bagian baratnya hujan tapi di bagian timurnya masih agak cerah,” ujar Syakir.

Selain itu juga berguna agar pasokan komoditas tidak terlalu membanjiri pasar. Karena kalau harga komoditas tinggi, konsumen dirugikan, namun jika terlalu rendah, maka petani yang dirugikan. “Contohnya cabai, elastisitasnya kan tidak bagus,” ucap Syakir.

Syakir menuturkan untuk komoditas cabai harus dipikirkan pola pengelolaan yang optimal. Apa yang dimaksud oleh Syakir dengan ideal adalah barangnya selalu ada di pasar, tetapi tidak merugikan petani dan juga konsumen.

Kemudian pola pengembangan pertanian berupa penyuluhan kepada para petani juga harus dipikirkan. Saat ini penyuluhan dirasakan kurang optimal, Syakir beralasan karena saat ini tenaga penyuluh tidak berada di bawah Kementerian Pertanian, melainkan di dinas-dinas di daerah.

Tenaga penyuluh ini, ucap Syakir, harus diperbanyak untuk bisa membantu para petani mendapatkan hasil yang maksimal. Dia mencontohkan untuk komoditas beras bisa berproduksi dengan baik, karena adanya kerja sama dengan TNI untuk melakukan penyuluhan kepada petani.

Comment