Ikuti Dialog Ketum MUI-Tokoh Agama, Ketua LDII: Perkuat Komitmen Kebangsaan

Dialog kebangsaan antara Ketua Umum MUI Pusat KH Ma’ruf Amin dengan ulama, umaro, pimpinan ormas, dan tokoh lintas agama di kediaman pribadi Walikota Makasaar, Jalan Amirullah, Makassar, Sulawesi Selatan, Minggu (21/5/2017).

MAKASSAR, BERITA-SULSEL.COM – Pengurus Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII) Sulawesi Selatan menghadiri dialog kebangsaan dan silaturahim antara ulama, umaro, pimpinan ormas, dan tokoh lintas agama di kediaman pribadi Walikota Makassar, Jalan Amirullah, Makassar, Sulawesi Selatan, Minggu (21/5/2017).

Dalam dialog kebangsaan tersebut, hadir Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat KH Ma’ruf Amin, Walikota Makassar Danny Pomanto, Ketua LDII Sulawesi Selatan Hidayat Nahwi Rasul, Wakil Ketua Suyitno Widodo, Ketua LDII Makassar Renreng Tjolli, tokoh lintas agama, dan pimpinan ormas.


Adapun Hidayat Nahwu Rasul menyampaikan pentingnya dialog ditengah dinamika kehidupan berbangsa dan bernegara. “Dialog ini dilaksanakan untuk memperkuat komitmen seluruh ormas-ormas di Makassar dalam rangka menjaga NKRI sebagai harga mati. Selain itu, mengkonfirmasi betapa pentingnya peran ulama dalam memerdekakan dan menjadikan bangsa ini sebagai bangsa majemuk dan bhinneka,” tutur anggota dewan pertimbangan MUI Sulawesi Selatan ini saat diwawancarai.

Hidayat menambahkan, tugas LDII sebagai ormas adalah menerjemahkan Islam sebagai rahmatan lil alamin. “LDII mendorong kerukunan, kekompakan, dan saling kerjasama sebagai anak bangsa. Selain itu, mewujudkan nilai-nilai islam yang berbuah kesalehan sosial yaitu jujur, amanah, dan kerja keras. Dengan demikian, Indonesia menjadi bangsa yang kuat dalam era kontestasi antar bangsa saat ini,” ujar anggota ICMI Sulawesi Selatan ini.

LDII, kata Hidayat, bersandar pada Islam sebagai rahmatan lil alamin dan nasionalisme sebagai nilai hidup berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat. “Dengan demikian, radikalisme akan jauh dengan sendirinya,” kata Hidayat.

Hidayat, berujar, ulama bersama tokoh agama, ormas, dan masyarakat berperan menjaga kondusifitas. “Peran ulama dan kita semua untuk mengisi pembangunan saat ini dan tetap menjaga agar Makassar kondusif,” ungkap Ketua Forum Telematika Kawasan Timur Indonesia (KTI) ini.

Dikesempatan yang sama, Ketua Umum MUI Pusat KH Ma’ruf Amin menjabarkan urgensi menjaga persatuan dan kesatuan ditengah kemajemukan bangsa Indonesia. Agama islam, kata Ma’ruf, menekankan prinsip-prinsip persaudaraan atau ukhuwah. “Persaudaraan antar sesama umat Islam (ukhuwah islamiyah), persaudaraan sesama warga negara (ukhuwah wathoniyah), dan persaudraan sesama manusia (ukhuwah insaniyah) pada intinya menekankan bahwa sesama umat islam harus bersaudara walaupun ada perbedaan.

Menurutnya, dalam perbedaan, kita harus saling menghormati. “Karena kita adalah saudara sebangsa dan setanah air,” kata Ma’ruf.

Lebih lanjut, Rais Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) ini memaparkan perlunya mengembangkan empat bingkai kerukunan. “Pertama, bingkai politis yaitu 4 pilar kebangsaan, diantaranya UUD 1945, Pancasila, Bhinneka Tunggal Ika, dan NKRI,” tutur KH Maruf.

Kedua, bingkai teologi yakni di dalam bangsa yang majemuk, perbedaan jangan sampai menjadi konflik. “Didalam hidup bermasyarakat, tidak hanya dituntut hidup berdampingan, tetapi juga saling membantu dan tolong menolong,” paparnya.

Ketiga, kata Ma’ruf, bingkai sosilogis yaitu bingkai kearifan lokal. Di Indonesia, ia mencontohkan, banyak hal yang tidak bisa diselesaikan secara hukum, tetapi bisa diselesaikan dengan pendekatan kearifan lokal.

Terakhir, bingkai yuridis atau ketentuam hukum. Sudah ada aturan hukum dalam menjaga kerukunan di Indonesia.Ia menegaskan, masyarakat boleh menyampaikan inspirasinya asal sesuai koridor hukum, secara santun, dan berakhlakul karimah.

“Dimata luar negeri, agama Islam di Indonesia merupakan agama yang toleran,” ungkap tokoh NU ini.

Sebagai orang Islam kita menjaga agar tidak ada radikalisme dan sekularisme, yaitu paham yang ingin menyingkirkan agama dari kehidupan dari berbangsa dan bernegara, baik dari segi politik, agama, ekonomi, dan budaya. “Agama harus menjadi landasan politik, apapun partainya,” tutup Ma’ruf. (*)

Comment