Wajah Buruk Dunia Kesehatan Di Era Milenial

Hidayati Nurhasanah

Oleh Hidayati Nurhasanah
Mahasiswa FKM UMI

BEBERAPA bulan lalu muncul berita mengenai dokter palsu di Surabaya, yang ternyata telah berpraktik lama. Bermula dari berita di media sosial yang mengunggah kartu nama dokter palsu itu. Dia menyatakan diri sebagai dokter spesialis patologi anatomi yang menyembuhkan kanker dan segala macam penyakit lain.


Ia mengaku dokter, padahal bukan.

Sebelumnya juga ada seorang pengobat alternatif yang kerap beriklan di media televisi. Dengan percaya diri, ia hadir di acara bincang-bincang televisi lokal dan menjelaskan berbagai istilah ilmiah, tetapi salah total.
Kasus obat palsu pun pernah ramai dibicarakan walaupun sampai saat ini tidak ada jaminan obat palsu tidak beredar dan digunakan masyarakat luas.

Selain obat palsu, ada pula vaksin palsu. Entah berapa jumlah anak yang menjadi korban karena vaksin palsu beredar selama 13 tahun lebih.
Semua kepalsuan itu menunjukkan betapa buruknya wajah dunia kesehatan kita.

Tidak adil rasanya bicara tentang pelayanan kesehatan tanpa menyinggung dokter sebagai pemeran sentral.

Beberapa bulan lalu, sejumlah media nasional maupun lokal serta sosial media memberitakan kematian Dr Stefanus Taofik, spesialis anestesi yang sedang bertugas di sebuah rumah sakit di Jakarta. Dia meninggal dalam tugas demi melayani sesama.

Dia merupakan salah satu contoh dari sekian banyak dokter yang bekerja profesional, sesuai etika, dan menjunjung Sumpah Dokter.

Beberapa masalah kesehatan yang sudah saya bahas tadi hanyalah sebagian dari contoh kecil masalah yang menyebabkan buruknya wajah dunia kesehatan kita di era milenial atau era sekarang ini, mungkin masih banyak lagi penipuan-penipuan yang mengatasnamakan kesehatan.

Nah, bagaimana menyikapi kenyataan buruk ini? Pertama, jangan mudah percaya kepada iklan, yang menyangkut dokter sekalipun. Justru dokter yang profesional tidak boleh mengiklankan diri.
Kedua, jangan segan meminta pendapat dari dokter lain mengenai tindakan yang akan atau telah dilakukan seorang dokter.
Ketiga, melaporkan kalau menduga ada sesuatu yang tidak beres saat dokter melakukan praktik kedokterannya kepada pihak berwenang.
Hal ini harus dilakukan untuk melindungi kepentingan masyarakat luas. Tentu saja kita berharap tidak ada lagi penipuan atas nama pelayanan kesehatan. Bukankah kita harus berpikir jernih dengan nurani yang dalam bahwa mendapatkan uang banyak, tetapi merugikan banyak orang merupakan suatu tindakan yang tidak terpuji? Ataukah biarkan saja wajah dunia kesehatan kita semakin buruk?

Comment