Pemuda Pembaharu hingga Anak Tiri Bangsa

Oleh: Arsyad (Pemerhati Pendidikan)

Arsyad

Sejarah pemuda Nusantara terkesan telah menjadi penyelamat bagi para korban imperialis. Hadirnya pemuda (awal abad 20) seakan menghentikan denyut nadi penjajahan dan penderitaan masyarakat. Munculnya kesadaran dan kekuatan para pemuda Nusantara waktu itu bagaikan cahaya yang mencoba melawan kegelapan kemudian meneranginya dengan ilmu lalu membunyikan alarm kemerdekaan bahwa penjajahan bukanlah hal yang manusiawi.


Identitas pemuda memang umumnya ditandai dengan pembaharuan, baik di sektor pengembangan kelembagaan dan aparatur negara, maupun pada wilayah kepekaan sosial kemasyarakatan. Pemuda selalu menjadi evaluator dan aspirator serta advokator bagi kebijakan pemerintah yang kurang sesuai dengan kondisi lapangan dan keterlibatan semacam ini membantu bagi negara dan pemerintah. Begitupun terbentuknya instrumen-instrumen kenegaraan tidaklah lepas dari usaha kreatif dan kecerdasan yang melibatkan pemuda.

Zaman pemuda memang jaya dan bertaring di panggung revolusi dan reformasi tersebut. Mulai dari keterlibatannya dalam pemerdekaan bangsa yang dimulai dari gerakan persatuan pemuda (sumpah pemuda 28 Oktober 1928), penyusunan dan pembentukan NKRI, hingga kritik sistem untuk sebuah pembaharuan lebih baik lagi (1966, 1974, 1998, dll). Dari sekian momentum tersebut, pemuda betul-betul manjadi anak kandung sekaligus tulang punggung negara.

Namun seiring berjalannya waktu, kekuatan itu perlahan hilang dan ditelan oleh beragam zaman. Perubahan pola dan sistem kehidupan masyarakat yang tadinya terjajah secara fisik, memunculkan kekuatan perlawanan secara fisik juga dengan perang melawan penjajah untuk merebut kemerdekaan.

Berbeda dengan kondisi pasca reformasi, di akhir abad 20 dan akhir abad 21 tersebut memiliki banyak sekali perubahan dengan waktu yang relatif singkat. Sehingga pemuda yang tadinya sibuk dengan mewahnya kemerdekaan, sebagian lupa bahwa butuh kehati-hatian, ketangkasan, kejelian, dan kecerdasan sosial dalam mengisi kemerdekaan tersebut. Begitupun derasnya arus globalisasi yang sangat cepat membawa pengaruh besar terhadap sosial masyarakat, membuat kondisi bangsa kurang stabil dan mengancam moral dan membatasi kecerdasan.

Belum lagi potret lumbung kepemudaan yang didominasi oleh mahasiswa sebagian dijangkit penyakit hedon dan apatis, menambah warna keruh bagi masa depan bangsa. Pemuda mahasiswa yang dibanggakan kesibukan formalistis dan di sisi lain menjadi jarak yang amat jauh dengan keikutsertaannya dalam penentuan kebijakan, perumusan regulasi, dan kegiatan pemerintah lainnya.

Ironinya, kegiatan-kegiatan tersebut malah melibatkan sebagian pihak-pihak pencari keuntungan tanpa orientasi kepentingan negara. Kegiatan yang seharusnya melibatkan banyak elemen ini, ternyata amat tertutup bagi para pemuda dan mahasiswa.
Setidaknya, tidak sedikit fenomena yang dapat membingungkan pemikiran pemuda hari ini.

Mulai dari tertutupnya banyak informasi pemerintahan, hingga pada interfensi dan pembatasan atas kekuatan lain yang tidak boleh menyaingi kekuatan penguasa. Di sinilah muncu tanda redupnya cahaya kekuatan pemuda terhadap kegelapan yang semakin menyelimuti.

Pemuda yang tadinya disadarkan dengan kondisi penjajahan di depan mata walau dalam keadaan gelap, telah bisa menciptakan cahaya sendiri. Sedang kini cahayanya redup meski diasa dengan banyak dan besarnya lembaga pendidikan yang masih terus dipopulerkan. Bahkan telah disebarluaskan info tentang beberapa prestasi yang diraih beberapa daerah dan instansi.

Dalam kondisi merosot, pemerintah memiliki tugas penting dalam memupuk kecerdasan dan mencetak kualitas pemuda sejak dini. Suka tidak suka, senang tidak senang, pemerintah seharusnya bertanggung jawab terhadap kehidupan pemuda sebagai bakal penerus kepemimpinan bangsa.

Meskipun pemuda dituntut untuk mandiri dan mencari kreatifitas, tapi setidaknya tidak semua pemuda di negeri ini mampu melakukannya. Ada yang mampu dari segi otak namun terbatas dari segi amunisi, ada yang mampu dari segi amunisi namun kadang terbentur dalam hal kecerdasan.

Ada yang mampu melakukan kerjasama, namun kebanyakan tidak bisa dan membatasi diri karena gaya hidup hari ini telah banyak berbeda dari sebelumnya. Di sinilah alasan rasionalnya sehingga pemerintah harus memperhatikan pemuda sebagai generasinya. Jika hal ini tidak bisa diatasi, maka tunggu suatu saat pemuda yang tadinya menjadi peopor dan anak kandung bangsanya, kelak akan menjadi anak tiri di negeri sendiri.

Semestinya, pemerintah dan lembaga kepemudaan memberikan contoh serta peka terhadap kondisi generasi muda. Pemerintah seharusnya sadar bahwa pemuda sebagai aset bangsa harus ditata dan diarahkan serta diberi ruang untuk mengemban kiprah.

Bukan hanya memberikan fasilitas mewah dan membuatnya nyaman hingga muncul generasi hedon. Bukan pula mempertontonkan pemuda dengan tontonan yang mengancam moral dan mengotori pikiran kaum muda. Perlu juga diingat bahwa pemuda tidak boleh terlalu banyak dijanji karena jika tidak ditepati, maka pemuda biasanya memperlihatkan tindakan yang lagi-lagi jauh dari moral yang diharapkan.

Comment