16.000 Guru Siap Turun ke Jalan Tolak Pergub Sulsel

MAKASSAR, BERITA-SULSEL.COM – Sedikitnya 16 ribu guru di Sulsel yang tergabung dalam Ikatan Guru Indonesia (IGI) dan Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) sepakat menolak Peraturan Gubernur Sulsel nomor 130 tahun 2017 tentang pedoman pemberian tambahan penghasilan bagi PNS dan CPNS.

Hal ini disampaikan Ketua Umum IGI, Muhammad Ramli Rahim kepada wartawan di Makassar, Kamis 4 Januari 2018. Kata dia, 16 ribu guru sepakat berjuang hingga titik darah penghabisan jika dalam dalam kebijakan tunjangan kinerja (Tukin) guru diabaikan.


Kata dia, peraturan gubernur soal pemberian tambahan penghasilan telah mengabaikan hak guru sebagai pegawai yang bernaung dibawah pemerintah provinsi.

Menurutnya, dalam pasal 7 ayat 2 disebutkan bagi PNS dan CPNS dalam jabatan fungsional guru yang telah menerima tambahan penghasilan berupa sertifikasi atau tunjangan lainnya yang sejenis tidak diberikan TPP. Pergub ini adalah bentuk kesalahan perhitungan Pemprov Sulsel dalam menilai kesejahteraan guru.

Menurut Ramli, wacana memberikan pilihan antara Tukin atau TPG alias sertifikasi sesungguhnya tidak rasional. Tukin diatur dalam Pergub yang mengatur keberadaan pegawai dalam lingkup Pemprov Sulsel.

Sementara TPG, tambah Ramli, diatur dalam UU No.14 tahun 2005 dan PP No. 41 tahun 2009, tunjangan sertifikasi guru sumbernya APBN, sementara Tukin berasal dari APBD.

Nilai tukin, jelas Ramli, jauh lebih besar dari TPG. Jika melihat Pergub tersebut, hampir bisa dipastikan guru yang berpendidikan doktor dengan golongan IV pun akan kalah besar pendapatan bulanannya dibanding pegawai biasa golongan I dengan pendidikannya SMA kebawah.

Selama ini guru sesungguhnya telah menerima dua tunjangan sekaligus yaitu TPG dan pakasi. Sejak Januari 2017 tak ada lagi alasan Tukin untuk guru yang sudah sertifikasi tergolong “double tunjangan”

“Dalam pasal tersebut, tukin tidak diberikan ke guru sertifikasi dan tetap diberikan kepada guru PNS non sertifikasi, hal ini dalam realitasnya nanti akan menimbulkan ketimpangan,” ujarnya.

“Guru sertifikasi yang “berdarah-darah” untuk mendapatkan status profesional harus menerima kenyataan, pendapatannya kalah dari guru baru yang belum lulus sertifikasi,” paparnya. (*)

 

Comment