Puluhan Pemuda Makassar Diskusikan Buku Kota dengan Puisi Tak Bertuan 

Laporan : Azimah Nahl

Anggota komunitas Pecandu Aksara


MAKASSAR, BERITA-SULSEL.COM – Buku puisi ‘Kota dengan Puisi Tak Bertuan’ menjadi topik pembicaraan puluhan pemuda disalah satu Jalan Pengayoman Makassar, Senin, 15 April 2018.

Kegiatan ini hadir dua penulis buku tersebut yang juga dosen yakni Muhalim Dijes dan Wongso Adi S.

Buku Puisi Tak Bertuan memiliki beberapa keunikan tersendiri, salah satunya tidak dicantumkan nama penulisnya, apakah Muhalim atau Wongso yang menulisnya.

“Tujuan utamanya untuk tidak mereferensikan. Begitu memiliki puisinya, seolah-olah pembaca yang menulis puisi,” ungkap Wongso.

Kata Wongso, nilai dari buku tersebut yang ingin ditawarkan untuk pembaca yakni mencoba memunculkan hal baru.

“Kami mencoba membuat puisi yang menyentuh tentang kehidupan kota. Tiap puisi tak berjudul, tak dituliskan siapa penulisnya,” jelas pria yang juga aktif di komunitas literasi, Pecandu Aksara ini.

Liyana Zahira sebagai moderator dalam kegiatan tersebut melemparkan pertanyaan bagi kedua penulis.

“Pernah tidak kak Wongso perlihatkan puisinya ke kak Muhalim dan menyatakan, jelek sekali ini puisi mu, ganti!,” tanya Liyana.

Mendengar pertanyaan itu, Muhalim menjawab bahwa ia dan Wongso saling menghargai karya masing-masing, selebihnya diserahkan kepada editor yang mengoreksi puisi mereka.

“Sebelum ke editor, kami saling bertukar puisi, dan saling bertanya apa-apa masukannya. Kami saling percaya tidak ada puisi yang salah atau benar, karena berasal dari penyair itu sendiri,” sambung Wongso.

Muhalim yang saat ini sementara mengambil program PhD in Education di Monash University Australia juga mengungkapkan alasan memilih “kota” sebagai tema dalam buku duetnya bersama Wongso.

“Kami memilih tema Kota, karena puisi cenderung tentang masalah personal, percintaan. Kota merupakan miniatur dunia dengan permasalahan yang kompleks. Saking kompleksnya kami ingin mengangkatnya sebagai tema dan kritik sosial,” ujarnya.

Pria yang juga pernah menjadi penyiar di TVRI Sulsel ini turut membagikan pengalamannya kepada peserta yang hadir perihal proses dan tantangan yang dialaminya saat menulis buku puisi Kota.

“Saya memaksakan diri di depan komputer, bahkan pernah menulis di trotoar,” ujarnya.

Buku puisi Kota diterbitkan salah satu penerbit di Makassar, MIB Indonesia.(*)

Comment