Aktivis Fatayat Sebut PAW Andi Jamaro Bentuk Arogansi DPP

MAKASSAR, BERITA-SULSEL.COM – Maraknya pemberitaan pemberhentian anggota DPR RI Andi Jamaro Dulung dari Fraksi PPP membuat aktivis Fatayat NU angkat bicara. (Selasa, 29/05/2018).

Nur Asinta, salah satu aktivis Fatayat NU menyesalkan perkembangan PAW Andi Jamaro Dulung (AJD).


Kata dia, AJD sapaan akrab Andi Jamaro Dulung merupakan anggota DPR RI paling aktif turun menyerap aspirasi di masyarakat.

“Kami sungguh menyayangkan Andi Jamaro Dulung di PAW apalagi sampai pemecatan, beliau termasuk anggota DPR RI paling aktif turun menyerap aspirasi masyarakat,” paparnya

Andi Jamaro Dulung merupakan representasi NU di kawasan timur Indonesia, sudah lama bersama PPP yang dikenal sebagai partai Islam memperjuangkan NU.

“Andi Jamaro merupakan icon NU yang ada di kawasan timur Indonesia yang memiliki jenjang kaderisasi yang mumpuni, apalagi telah lama mengabdi di PPP sebagai saluran aspirasinya dalam memperjuangkan NU dan masyarakat secara umum, sepatutnya tokoh seperti beliau harus dipertahankan”. katanya

Aktivis perempuan ini menilai ada arogansi dan diskriminasi DPP dalam PAW Andi Jamaro karena yang lainnya tidak dibuatkan perjanjian, itupun sangat menyalahi aturan.

Kata dia, Muh Aras berada diperingkat empat, jika PAW terjadi maka Andi Mariattang yang secara konstitusional sebagai pemilih suara terbanyak ketiga setelah Andi Jamaro.

“Ada kesan arogan dan  diskriminatif dari DPP,  karena PAW di tahun 2016 ada empat dari fraksi PPP namun yang dibuatkan kesepakatan hanya Andi Jamaro.  Lucunya, justru menyalahi aturan yang seharusnya,” ujarnya.

“Jika PAW terjadj, nama yang berhak untuk dilantik yaitu Andi Mariattang bukan Muh Aras yang suaranya berada di peringkat empat,” tambahnya.

Sejak 2016 hingga saat ini ada empat PAW DPR RI untuk Fraksi PPP, hanya Andi Jamaro yang dipaksa membagi priode. Tiga lainnya tidak yakni; Ahmad Baidlowi menggantikan Fanny Safriansyah/Ivan Haz. Abdul Halim mengantikan Irna Narulita SE, MM. Firman, Dapil Kalbar menggantikan Almarhum Usman Ja’far. (*)

Comment