Jelang Pemilu, Posisi Perempuan di Partai Politik Seperti Emas, Tapi Kualitas Rendah

MAKASSAR, BERITA-SULSEL.COM – Caleg Anggota DPRD Kota Makassar, Shinta Mashita Molina mengatakan, jelang pemilihan umum (Pemilu) posisi perempuan di partai politik seperti emas. Tapi, banyak dari emas tersebut tak memiliki kualitas baik.

Kata dia, sejak reformasi, menjadi kader partai politik dan calon anggota legislatif (Caleg) sangat mudah. Punya modal uang dan sedikit popularitas sudah bisa menjadi calon wakil rakyat.


“Lalu, bagaimana jika mereka terpilih menjadi wakil rakyat di parleman? banyak diantara kader partai politik tak bisa memberikan konstribusi banyak,” ujarnya saat menjadi pembicara dalam diskusi terbuka yang dilaksanakan Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) dengan tema ‘Tantangan dan Peluang : Caleg Perempuan Bicara Parlemen’, di warkop Dottoro Jalan Boulevard Makassar, Sabtu 22 September 2018.

Kata dia, saat ini rekrutmen kader partai sangat mudah. Mereka baru mengenal namanya partai, tiba-tiba saja menjadi Caleg.

“Guna memenuhi amanat undang-undang, banyak perempuan saat ini menjadi politisi dadakan. Mereka dibayar untuk menjadi caleg,” paparnya.

Shinta mengaku menyesalkan pola dan sistem rekrutmen kader yang dilakukan partai politik saat ini. “Dulu, untuk menjadi anggota partai politik, setiap orang harus mengikuti jenjang kader, mulai dari organisasi eksternal, lalu masuk keintenal, selanjutnya ke sayap partai,” ujarnya.

“Setelah itu, kader masuk partai politik dengan berbagai syarat sebelum menjadi Caleg. Sehingga, ketika diamanahkan menjadi anggota DPRD, mereka bisa memberikan konstribusi ide yang baik bagi masyarakat,” tambahnya.

Menurut Shinta, hingga saat ini masih banyak caleg perempuan tak memiliki kualitas dan kualifikasi. Banyak, persoalan gender saja mereka tidak paham.

“Jika ada pembahasan soal gender, dikiranya itu permasalahan perempuan. Padahal, gender adalah serangkaian karakteristik yang terikat bagaiman membedakan maskulinitas dan femininitas. Intinya gender mencakup jenis kelamin laki-laki maupun perempuan,” terangnya.

“Dulu, sebelum reformasi, anggota DPRD di pilih langsung oleh partai politik dengan berbagai syarat, bukan seperti saat ini. Tiba-tiba jadi caleg,” paparnya.

Comment