Ini Alasan Bupati Gowa Tolak BPJS Tahun 2016 Lalu 

MAKASSAR, BERITA-SULSEL.COM – Bupati Gowa, Adnan Purichta Ichsan menjelaskan alasan daerahnya menolak ikut sistem Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan.

Kata Adnan, ada yang salah dalam sistem BPJS Kesehatan. Hal ini diungkapkannya saat dirinya diundang menjadi salah satu narasumber pada acara Prime Time yang bertema ‘Sangkarut BPJS Kesehatan’.


Kegiatan yang juga menghadirkan 3 narasumber lain yakni, Tulus Abadi, Koordinator YLKI, Muh Iqbal Anas Ma’ruf, KA Humas BPJS Kesehatan, dan, Nazar, Ketua BPH2A IDI dilaksanakan secara live streaming dari Studio Metro TV Nasional ke Studio Metro TV Makassar. Senin (7/1/2018) malam.

“Saya merasa begitu banyak kesalahan-kesalahan dalam BPJS ini. Semangat BPJS ini adalah konsep gotong royong dimana orang kaya mampu membiayai orang miskin, tetapi begitu realitas di lapangan saya melihatnya kok itu agak beda makanya saya ajukan gugatan di MK,” kata Adnan.

Sekadar diketahui, pada tahun 2016 pihaknya sempat melakukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK) RI, tapi gugatan tersebut ditolak. Sehingga pada tahun 2018, Pemerintah Kabupaten Gowa kembali melakukan intergrasi BPJS lagi.

“Memang sudah saya katakan jika gugatan saya ditolak sama MK maka otomatis pemerintah harus ikut dalam BPJS. P

emerintahan itu sifatnya linier dari atas sampai dengan bawah harus ikut,” ujarnya.

Tak hanya itu saja, dia juga menjelaskan bahwa sebelum pemerintah Kabupaten Gowa berintegrasi dengan BPJS Kesehatan, Pemkab Gowa punya program kesehatan yang diperuntukkan untuk masyarakat Gowa yaknj Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda).

“Jamkesda ini mencover semua masyarakat Kab Gowa baik yang kaya atau miskin asalkan mau dilayani dengan perawatan kelas 3 maka akan kami cover semua, tidak harus melewati banyak prosedur, cukup dengan hanya memperlihatkan KK dan KTP saja masyarakat sudah bisa dilayani, dan ini semuanya kami gratiskan,” ungkap lulusan Magister Hukum Unhas ini

Lebih lanjut, dirinya juga mengatakan bahwa konsep bpjs ini sebenarnya sangat bagus dan perlu di apresiasi, dimana orang mampu membiayai orang miskin, tetapi implementasi yang dirasakan dan sesuai hitungan saya terdapat kekeliruan, bukannya orang kaya yang membiayaai orang miskin tetapi orang miskinlah yang membiayai orang kaya.

“Olehnya itu, harusnya ada perbaikan sistem, jangan mengeluarkan aturan dan kebijakan secara lansung, harusnya lihat dulu persoalan yang ada di lapangan, baru dikeluarkan kebijakan dan aturan tersebut, karena jika aturan tersebut dikeluarkan tanpa melihat persoalan dibawah, maka kami yang menjadi korban. Masyarakat itu tidak pernah mau mengetahui mana program pemerintah Kabupaten, pemerintah Provinsi dan pemerintah Pusat, ketika mereka tidak mendapatkan payanan maksimal maka yang mendapatkan komplainnya, bukan pemerintah prov dan pusat, pasti pihak kami,” tutur bupati termuda di KTI ini.

Ia juga memberikan saran kepada pemerintah pusat, kiranya sebelum mengeluarkan kebijakan tersebut, pemerintah pusat harusnya terlebih dahulu tahu apa yang jadi persoalan di bawah, agar masyarakat juga tidak bingung ketika ada kebijakan kebijakan seperti ini. (*)

Comment