Tiga Lembaga Peneliti Beri Sosuluasi Percepat Penanggulangan Kemiskinan di Sulsel, Begini Caranya

MAKASSAR, BERITA-SULSEL.COM – Upaya menanggulangi kemiskinan, pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan melakukan dialog terbuka dengan pelaku sektor pengetahuan untuk identifikasi ranah kolaborasi guna mendukung kebijakan berbasis bukti (Evidence Based Policy), Kamis (16/5/2019) di Makassar.

Dihadiri lembaga penelitian kebijakan seperti the SMERU Research Institute, Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) dan Sekretariat Nasional Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Seknas FITRA) yang dapat membantu mengidentifikasi potensi terobosan guna mendukung prioritas kebijakan di Sulawesi Selatan.


Upaya pengentasan kemiskinan harus didukung riset-riset untuk mengembangkan pengetahuan pengetahuan baru guna menyusun terobosan kebijakan yang tepat.

Sayangnya, masih terdapat praktik umum dalam pengembangan kebijakan yang lebih menggunakan intuisi, pendapat, dan kepentingan sektoral daripada hasil analisis atau penelitian.

Disamping itu, banyak kebijakan masih
tidak sensitif terhadap kesetaraan gender dan inklusi sosial (Gender Equality and Social Inclusion/GESI), sehingga dapat meningkatkan kesenjangan sosial antara kelompok masyarakat bahkan antar wilayah.

“Berdasarkan penelitian kami pada tahun 2017, Sulawesi Selatan menduduki peringkat ke 17 dari 34 provinsi dalam Indeks Pembangunan Ekonomi Inklusif,” kata Dr. Asep Suryahadi, Direktur SMERU.

la menambahkan, Disparitas antar wilayah di Sulawesi Selatan sangat tinggi, terlihat dari persentase penduduk miskin yang sangat berbeda antar wilayahnya.

Misalnya, di Jeneponto persentasenya
mencapai 15.4% sedangkan di Kota Makassar hanya 4,59%. Penting untuk bekerja sama dengan semua pihak untuk terus mengembangkan indeks dan menggunakannya sebagai pelengkap analisis pembangunan ekonomi lainnya.

Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan telah melakukan beberapa upaya untuk mendukung kebijakan berbasis bukti.

Di antaranya adalah riset Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah (Balitbangda)
Provinsi Sulawesi Selatan pada awal 2019 untuk mempromosikan inovasi yang berkaitan dengan empat produk unggulan daerah yaitu kopi, rumput laut, gula aren, dan garam yang kemudian direkomendasikan ke gubernur dan kepala dinas terkait dan meniadi bahan
dalam penyusunan program kerja dan kebijakan daerah.

Memastikan terbangunnya industri inti dan penunjang keempat produk tersebut, perlu ada cluster inovasi dan lembaga riset untuk mendorong inovasi dan entrepreneurship.

Direktur Eksekutif KPPOD, Endi Robert Jaweng menyebutkan, untuk memahami efektivitas kebijakan daerah dan dampaknya terhadap bisnis, KPPOD melakukan studi tentang kemudahan Berusaha (Ease of Doing Business/EoDB) di sepuluh kota bisnis, termasuk Makassar.

Penelitian telah menunjukkan bahwa di
Makassar, waktu yang diperlukan untuk memulai bisnis relatif lebih lama (24,5 hari) dan biayanya relatif lebih tinggi (8,4 juta rupiah) dibandingkan dengan kota-kota lainnya.

Saat ini Makassar juga merupakan satu-satunya kota yang masih menyertakan syarat besaran modal minimum, di mana dalam ketentuan PP No. 29 tahun 2016 pemohon PT sudah tidak lagi terbebani dengan penyetoran modal minimum.

Selain itu, penting untuk menganalisis kebijakan anggaran dan perencanaan nasional dan daerah.

Sekretaris Jenderal FITRA, Misbah Hasan, menyebutkan, kualitas perencanaan dan penganggaran di Sulawesi Selatan perlu terus di tingkatkan, terutama pada aspek transparansi. (*)

Comment