Zonasi Bukan Penentuan Kelulusan, Ini Kata Kadisdik Gowa

Salam

GOWA, BERITA-SULSEL.COM – Meski Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) sudah berakhir, namun proses pelaksanaannya, khususnya terkait sistim zonasi masih menyisakan masalah yang menuai banyak sorotan dari orang tua siswa di hampir seantero negeri termasuk di Gowa.

Kepala Dinas Pendididikan (Disdik) Kabupaten Gowa, Salam mengakui kalau sebenarnya sistim zonasi ini belum bisa diterapkan secara menyeluruh, mengingat setiap provinsi, kabupaten dan kota memiliki letak geografis yang berbeda satu sama lain.


“Selain itu faktor ketersedian di setiap sekolah baik itu ketersedian sarana dan prasaran, tenaga pengajar maupun kelengkapan penunjang pendidikan lainnya juga berbeda satu sama lain,” kata Salam menyikapi sistim zonasi saat ditemui di ruang kerjanya, Senin (22/7).

Kata Salam, penerapan sistim zonasi pada hakikatnya bukan untuk menyeleksi lulus atau masuk tidaknya seorang siswa bersekolah pada satuan sekolah yang diinginkannya.

Namun, sistim zonasi ini lanjut mantan dozen Unismuh Makassar tersebut hanya untuk mengetahui jarak dari rumah ke sekolah.

“Nah ini yang mesti dipahami oleh para kepala sekolah. Oleh karena itu saya berharap para kepala sekolah tidak kaku dalam memahami apalagi menerapkan sistim zonasi itu karena sistim tersebut sekali lagi bukan penentuan lulus tidaknya anak itu masuk ke sekolah di mana ia mendaftar,” jelasnya.

Menurut Salam, jika ada anak yang tidak lulus hanya karena terbentur pada sistim zonasi maka sesungguhnya itu melanggar Undang-undang pendidikan nasional nomor 20 tahun 2003.

Dimana dalam undang-undang dengan tegas disebutkan bahwa pemerintah pusat maupun pemerintah daerah wajib memberikan layanan pendidikan kepada setiap warga negara.

Apalagi, lanjut Salam, pendidikan merupakan hak dasar setiap anak yang notabennya adalah warga negara RI.

“Bahkan bukan hanya layanan pendidikan yang wajib diberikan oleh pemerintah namun juga termasuk pembiayaannya,” katanya.

Ia menambahkan  kendati sistim zonasi yang diberlakukan oleh pemerintah pusat kuotanya mencapai 85 persen oleh semua satuan pendidikan yang ada (SMP dan SMA) namun sistim ini tetap menyisakan polemik dan bahkan sorotan tajam dari hampir semua kalangan masyarakat yang ada.

“Kalau kita ini kan di Gowa jumlah pendaftar di setiap sekolah (SMP dan SMA) berbeda-beda. Di Sungguminasa misalnya, dari empat SMP yang ada jumlah pendaftar sangat banyak sementara daya tampung terbatas terlebih lagi ada regulasi dari pemerintah pusat yang membatasi 32 siswa per kelas dengan jumlah rombongan belajar (rombel) juga maksimal 11 kelas yang bisa dibuka,” ujarnya.

“Nah disinilah peran zonasi dibutuhkan tetapi bukan berarti zonasi menjadi penentu kelulusan,” ujar Salam.

Salam menyebutkan, ada 25 ribu jumlah murid  SD yang tamat tahun ini. Sementara daya tampung dari 109 SMP negeri dan swasta termasuk sekolah satu atap (Satap) yang ada di Gowa mencapai 25 ribu orang.

Namun, penyebaran siswa ini tidak merata di semua kecamatan yang ada di Gowa  maka terkesan daya tampung tidak tercukupi.

Salam berharap, pemerintah pusat dalam hal ini Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan bisa lebih bijak lagi dalam menetapkan regulasi dapodik penentuan jumlah siswa per kelasnya dan rombelnya.

“Bagi sekolah yang memenuhi syarat seperti ketersediaan ruang belajar, guru dan fasilitas belajar mengajar lainnya mungkin bisa dibebaskan dari regulasi itu sebagai salah satu solusi untuk menjawab persoalan  yang terjadi setiap tahun ini,” ucapnya. (an).

 

Comment