Pengurus Pusat IMIKI Diskusi Soal Milenial dan Propaganda Ideologi

Pengurus Pusat IMIKI Diskusi Soal Milenial dan Propaganda Ideologi

BANDUNG, BERITA-SULSEL.COM – Penghujung bulan kemerdekaan Indonesia ke-74, Senin, 26 Agustus 2019, Pengurus Pusat Ikatan Mahasiswa Ilmu Komunikasi Indonesia (PP IMIKI) menggelar diskusi publik dengan mengusung tema “Milenial dan Propaganda Ideologi” di Bandung Creative City Forum (BCCF).

Kegiatan dimulai dengan menyanyikan lagu Indonesia Raya, dilanjutkan pemaparan narasumber yang hadir dari berbagai perpsektif terkait tema kegiatan.


Muradi, S.S.,M.Si., Ph.D, Direktur Pusat Studi Keamanan Nasional Fisip Unpad memberikan implikasi tema dengan kondisi keamanan dan ketahanan nasional.

Sedang Dr Karuniana Dianta Sebayang SIP ME sebagai Pengamat Sosial Ekonomi Politik yang memberikan gambaran pada peserta soal generasi milenial tentang propaganda dari aspek politik dan perekonomian.

Hadir pula Deni Ahmad Haidar, perwakilan religi selaku Ketua PW Ansor Jawa Barat yang memberikan perspektif terkait propaganda khususnya di media sosial dengan narasi keagamaan.

Selain itu, ada Mahbub Ubaedi Alwi, Ketua Umum IMIKI mewakili generasi milenial memberikan perspektif tentang pentingnya memahami cara kerja dan gerakan propaganda yang muncul di berbagai media sosial.

Mahbub berpesan, organisasi kemahasiswa yang bersifat semi profesi sebagai wadah mahasiswa keilmuan dengan softskill pada dunia keprofesian perlu untuk ikut serta mewujudkan cita-cita kemerdekaan bangsa.

“Mahasiswa harus berperan dalam menjaga Pancasila dari propaganda pemikiran yang mengarah pada penolakan falsafah dan Azaz dasar negara tersebut”, tegasnya.

Sementara itu, Muradi menjelaskan soal propaganda ideologi yang menjadi tantangan bagi kalangan milenial hari ini. Pada aspek keagamaan dan juga konsumerisme.

“Tantangan generasi milenial yang tidak bisa lepas dari media sosial hari ini adalah persoalan keagamaan. Hal ini mengarahkan pada sikap dan tindakan radikal, merasa paling benar. Selain itu juga propaganda perilaku konsumtif terhadap komoditas tertentu sebagai gaya hidup”, papar Muradi.

“Propaganda pemahaman keagamaan bersifat radikal yang bertujuan pada penolakan terhadap bentuk dan azaz negara Indonesia. Hal ini mempengaruhi stabilitas keamanan dan ketahanan nasional harus kita redam,” tambahnya.

Sementara itu, Dianta Sebayang juga mengingatkan kepada generasi milenial tentang propaganda pemikiran tertentu. Hal ini kerapkali hadir dalam aspek politik dan juga aktivitas ekonomi.

“Sebagai generasi muda, kita perlu bijak menyikapi proses kehidupan demokrasi, terlebih kampanye dan propaganda dalam dinamika politik yang dapat memecah persatuan dan keutuhan bangsa. Persatuan bangsa harus kita utamakan diatas semua kepentingan untuk kemajuan Indonesia”, jelasnya.

Sedangkan Deni Ahmad Haidar dalam kesempatan ini mengatakan, propaganda yang menggugat falsafah dan bentuk negara di berbagai platform media sosial menggunakan narasi agama adalah upaya untuk menghancurkan Indonesia secara soft.

“Pancasila dilahirkan untuk menaungi berbagai perbedaan agama, suku, ras dan budaya yang ada di Indonesia, bukan kepentingan pribadi ataupun kelompok, lahir dari proses refleksi dan perdebatan panjang para founding father yang berfikir panjang untuk masa depan bangsa dan negara”, jelasnya.

Deni mengajak kepada generasi muda untuk tidak terprovokasi dan tergiur dengan pemikiran baru yang menegasikan relevansi pancasila dengan prinsip agama, khususnya Islam. (*)

Comment