Komunikasi UIN Alauddin Bahas Pluralisme dalam Bingkai Bhineka Tunggal Ika

Komunikasi UIN Alauddin Bahas Pluralisme dalam Bingkai Bhineka Tunggal Ika

GOWA, BERITA-SULSEL.COM – Jurusan Ilmu Komunikasi Universitas Islam Negri Alauddin Makassar (UINAM) menggelar kuliah umum moderasi agama dengan tema perwajahan Pluralisme dalam bkBingkai blBhineka Tunggal Ika.

Kegiatan yang dilaksanakan di Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Alauddin, Jumat (13/09/2018) ini diikuti puluhan mahasiswa Ilmu Komunikasi sangat antusias untuk ikut serta dalam kuliah umum ini.


Kegiatan ini juga dihadiri Ketua Jurusan Ilmu Komunikasi, Dr. Ramsiah Tasruddin, S.Ag. M.Si dan Sekretaris Jurusan Ilmu Komunikasi, Dr. Rosmini S.Ag., M.Th.i.

Hadir sebagai pembicara dari Penyuluh Agama Buddhaa, Miquel Dharmadjie S.T. CPSR, dan Akademisi UIN Alauddin Makassar, Jalaluddin Basyir S.S., M.A

Ketua Jurusan Ilmu Komunikasi, Dr. Ramsiah Tasruddin, S.Ag. M.Si, mengatakan, pluralisme atau toleransi itu dimulai dari diri sendiri dan sangat dekat dengan kehidupan kita.

“Saya lahir dikeluarga yang plural, orang tua saya dari dua keyakinan yang berbeda. Saya dibentuk hingga diajarkan nilai-nilai toleransi sejak dari dini dengan saling menghargai keyakinan,” ucapnya.

Sementara itu Miguel Dharmadjie mengatakan, dasar pokok pluralisme adalah dialog agar bisa menempatkan kepercayaan diri pada orang lain, sehingga ketika toleransi dirawat berarti menjaga Indonesia.

“Pluralisme suatu kondisi dimana kita bisa hidup berdampingan dengan orang yang berbeda, sehingga kita bisa membuka diri dan mengamalkan poin dari toleransi yaitu tahu, paham, menerima dan keberterimaan,” paparnya.

Hal senada disampaikan Akademisi UIN Alauddin Makassar, Jalaludin Basyir, S.S, MA. Kata dia, semua pihak harus memperbanyak komunikasi untuk menghilangkan kesalahpahaman karena adanya perbedaan.

Misalnya, kasus perang di Papua yang dikonstruksi media sedang terjadi konflik, tetapi bagi masyarakat Papua konflik merupakan suatu budaya.

“Komunikasi diarahkan untuk membentuk masyarakat komunal agar mendapatkan perlakuan yang sama antara masyarakat di akar rumput dan elit-elit negara,” jelasnya.

Kata Jalaluddin, negara terkesan tebang pilih dan adanya sikap ekslusif negara terhadap kelompok-kelompok lain. Sehinggaz ada masalah dengan sistem demokrasi yang menyebabkan angka intoleransi jauh lebih tinggi saat ini.(*)

Comment