Soal Covid 19, IDI Makassar Minta Gubernur Sulsel Bicara Sesuai Data

Wahyudi Muchsin

Wahyudi Muchsin

MAKASSAR, BERITA-SULSEL.COM – Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Makassar menilai Gubernur Sulsel, Nurdin Abdullah menyampaikan statement harus ada dasar ilmiah soal Covid 19.

Humas IDI Makassar, Wahyudi Muchsin menilai, penambahan kasus Covid 19 di Sulsel terus meningkat signifikan. Belum lagi, ada catatan kasus dokter dan tim medis yang juga ikut terpapar disejumlah rumah sakit rujukan.


Kata dia, kondisi saat ini justru cukup mengkhawatirkan, apalagi sudah adanya pelonggaran di sejumlah aktivitas.

Menurutnya, kemampuan screening dan sistem pelaporan data masih belum sesuai, maka jangan sampai masyarakat merasa sudah ‘aman’ di kondisi yang pada kenyataannya masih berbaring terbalik.

“Sebaiknya datanya lebih terbuka. Kita tidak perlu memaksakan New normal di Sulsel, sementara data tidak mendukung . Sangat mengkhawatirkan bila ada statement di tingkat lokal terkait kasus menurun, pandemi landai, dan segera berakhir. Padahal kondisi real tidak seperti itu,” jelasnya, Sabt, (12/9/2020).

“Seharusnya data yang dirilis pemerintah provinsi merupakan berbasis pelayanan, bukan berbasis domisili. Sebab, hampir semua pasien dengan status positif di daerah dirujuk ke Makassar untuk mendapatkan perawatan medis di rumah sakit rujukan. Harusnya dirawat di rumah sakit daerah saja, biar memudahkan tresing dan tretamen,” terangnya.

Dokter Wachyudi Muchsin menilai, Sulsel termasuk terendah dalam pemeriksaan polymerase chain reaction (PCR)-nya dengan jumlah penduduk. PCR merupakan metode pemeriksaan virus SARS Co-2 dengan mendeteksi Deoxyribo Nucleic Acid (DNA) virus atau asam nukleat yang menyimpan semua informasi tentang genetika virus.

“Data dari Kementerian Kesehatan per 26 Mei- 26 Agustus 2020, jumlah pemeriksaan PCR terbanyak adalah Jakarta dengan 239.432, sementara Sulsel di urutan kesembilan di angka 31.707,” katanya.

Artinya bila dirata-ratakan, hanya 344 pemeriksaan PCR per harinya. (hasil dari 31.077 pemeriksaan dibagi 92 hari, dari 26 Mei-26 Agustus).
Angka itu di bawah, Jawa Timur (140.655), Jawa Tengah (112.340), Jawa Barat (110.948), Kalimantan Selatan (46.045), Sumatra Selatan (39.745), Bali (37.152), dan Kalimantan Timur (34.952).

Tidak hanya itu, Rasio tes untuk pemeriksaan di Sulsel masih di bawah target WHO 1.000 tes per satu juta penduduk.

Tertinggi dan melewati rasio test yakni Jakarta (2.415), Sumatra Barat (2.226), Kalimantan Timur (1.446) dan Kalimantan Selatan (1,216). Menyusul Yogyakarta (955), Sulawesi Utara (908), Bali (839), Kalimantan Utara (500), Kalimantan Tengah (489) dan Sulsel (364).

“Jumlah penduduk Sulsel 8,7 juta, berarti minimal 8.700 pemeriksaan per minggu,” katanya.

Saat ini, lanjut dia, perlu dipikirkan baik-baik oleh Pemkot Makassar dan Pemprov Sulsel, bagaimana dibuat regulasi untuk pemeriksaan swab (PCR) yang di lakukan klinik atau laboratorium swasta.

“Kenapa? Agar data pasien terkoneksi ke database pemerintah bagi pasien yang swab positif, sebab ini bisa mengaburkan tresing dan treatmen,” jelas Dokter Yudi sapaanya.

“Masih kah kita ingin bermain angka-angka agar bisa zona hijau? Zona hijau buah semangka? Dari luar hijau tapi dalamnya merah,” jelasnya. (*)

Comment