Demokrat Gagal Jalankan Fungsi Partai Politik

ilustrasi

BERITA-SULSEL.COM – Pemilihan Kepala Daerah Serentak tahun 2018, terlihat jelas fenomena politik yang sangat menarik dikaji terkhusus pada Pilwali Kota Makassar dan Pilgub Sulsel, salah satunya adalah sepak terjang Partai Demokrat partai besutan Susilo Bambang Yudhoyono yang pemenang pemilu 2014.

Partai Demokrat yang Pada Pilwali Makassar memberikan rekomendasinya kepada Patahana Danny Pomanto yang berpasangan dengan Indira Mulyasari, yang kemudian menggunakan jalur perseorangan untuk mendaftar ke  KPU Makassar dengan begitu rekomendasi Partai Demokrat tidak bisa digunakan.


Sepertinya hal dengan Pilgub Sulsel juga pasangan yang direkomendasi juga mendaftar melalui jalur perseorangan yakni Ichsan Yasin Limpo dan Andi Muzakkar.

Melihat fenomena ini, dosen Ilmu Politik Universitas Hasanuddin Zulhajar berpendapat, hal tersebut merupakan kegagalan partai politik menjalankan fungsi-fungsinya.

Kata dia, fungsi partai politik sebagai sarana rekruitmen politik dimana partai politik secara umum bertanggungjawab menyeleksi pemimpin yang betul layak dan cakap.

Secara khusus, partai politik bertugas merekrut dan membina kader-kader partai yang unggul untuk siap berkompetisi dengan kader partai politik lainnya pada momentum politik.

“Pada kasus Pilkada Kota Makassar, selain gagal menjadi kendaraan politik Partai Demokrat juga gagal dalam memberikan ruang kompetisi pada kadernya, mengingat ada kader Demokrat yang juga berstatus patahana yakni Syamsu Rizal MI tapi tidak didukung” jelas Zulhajar, Jumat (1/12/17)

“Sedangkan Pilgub Sulsel juga demikian selain gagal menjadi kendaraan politik juga Partai Demokrat malah mencederai dan melanggar sendiri prosedur dan mekanisme penjaringan bakal calon Gubernur Sulsel 2018,” lanjut dosen Ilmu Politik Universitas Hasanuddin ini.

Beberapa waktu yang lalu Partai Demokrat menjadi salah satu partai yang mekanisme dan proses penjaringan yang sudah menggunakan metode partai politik modern dengan menggelar simposium Demokrat Sulsel, merupakan uji publik bagi para bakal calon yang nantinya akaj diusung oleh Partai Demokrat.

Sayangnya, dari sekian banyak peserta simposium bahkan beberapa diantaranya merupakan kader seperti Ni’matullah, Mustika Aliyah, dan Andi Nurpati tidak satupun yang kemudian dipilih untuk direkomendasikan pada Pilgub 2018.

Malah pasangan yang tidak sama sekali mengikuti proses penjanringan yang kemudian mendapatkan rekomendasi Partai Demokrat.

“Ini merupakan hal yang sangat fatal, dengan berbagai tahapan yang telah dilalui serta ekspos publik para tokoh politik di Sulsel, namun hasilnya tidak berdasarkan mekanisme tersebut,” ujarnya.

Kata dia, dalam kasus ini bisa jadi pembohongan publik yang merugikan para peserta simposium serta partai politik juga tidak mengindahkan mekanisme dan aturannya sendiri. 

“Ini merupakan pembelajaran yang sangat tidak patut dipertontonkan diera demokraksi hari ini,” tutupnya.

Menurut Zulhajar, Partai Demokrat gagal menjalan fungsi pendidikan politik di masyarakat. Walaupun fenomena kegagalannya menjalan fungsi rekruitmen dan pendidikan bukan kali pertama dilakukan partai berlambang Mercy tersebut, seperti kasus Konvensi Capres 2014, hasilnya Dahlan Iskan keluar sebagai pemenang, namun beberapa waktu kemudian Partai Demokrat memilih abstain mendorong kandidat Capres di Pilpres 2014.

Kasus tidak mendukung kaderpun pernah terjadi seperti pada Pilkada Soppeng 2015, dimana Supriansyah kader Partai Demokrat yang sekarang menjabat Wakil Bupati Soppeng tidak direkomendasi oleh partainya.

“Beberapa kesempatan Susilo Bambang Yudhoyono mengatakan akan memprioritaskan kadernya maju pada Pilkada di Indonesia, hal tersebut merupakan agenda prioritas hasil Kongres IV Surabaya, namun pada kenyataannya hal tersebut tidak sepenuhnya direalisasikan,” ujarnya. (*)

 

 


Comment