Prof Atja Razak : Jumlah Doktor dan Profesor Kesehatan Terus Bertambah, Gizi Masyarakat Memburuk

MAKASSAR, BERITA-SULSEL.COM – Jumlah kampus kesehatan, sarjana kesehatan, foktor atau pakar, bahkan profesor dibidang kesehatan sangat banyak. Tapi, kenapa gizi masyarakat makin kurang, ini ada yang salah.

Hal ini disampaikan Pakar Gizi kelahiran Tual-Maluku Tenggara, Provinsi Maluku, Prof.Dr. dr. Atja Razak Thaha,M.Sc dalam deklarasi Gerakan Sulsel Sehat Menuju Indonesia Sehat, Mulai dari Sulsel disalah satu di Makassar, Sabtu (26/1/2019).


“Semakin besar anggaran kesehatan, maka tingkat kesehatan masyarakat juga harus semakin baik. Tapi, di Indonesia bagaimana? ternyata masih sangat kurang,” ujarnya.

Video DeklarasI Gerakan Sulsel Sehat

Kata Prof Atja, dari data tahun 2018, angka gizi buruk dan kekurangan gizi di Sulsel masuk tertinggi ke enam secara nasional di Indonesia.

Persentasenya yakni, 4,9 persen balita mengidap gizi buruk dan 17,9 persen balita berstatus gizi kurang. Keduanya berada di atas rata-rata persentase nasional.

“Pemerintah dan organisasi profesi kesehatan dengan status gizi masyarakat saat ini, semuanya harus kerja keras,” ujarnya.

“Anehnya lagi, semakin banyak pakar dan profesor kesehatan, masyarakat kurang gizi juga terus bertambah. Padahal, Hari gizi tak pernah berhenti diperingati, tapi kenapa gizi masyarakat makin kurang, ini ada yang salah,” ujarnya.

Sementara itu, Gubernur Sulsel, Nurdin Abdullah (NA) mengatakan, masalah kesehatan di Sulsel masih cukup miris. Kesadaran masyarakat juga masih minim. Itu karena fasilitas kesehatan tidak menyentuh semua sektor. Termasuk untuk orang kurang mampu, mereka susah berobat.

“Memang miris. Saya ke daerah, ada bayi yang meninggal karena kurang gizi. Belum lagi untuk ibu, meninggal karena keguguran,” kata Nurdin.

Sejak tahun 2016, angka gizi buruk dan kekurangan gizi di Sulsel mencapai 156 kasus, berkurang di tahun 2017 yakni 97 kasus. Hanya saja untuk data angka gizi buruk di tahun 2018, baru akan di data di akhir tahun.

Belum lagi dengan maraknya pernikahan dini di Sulsel. Kata Nurdin, masalah sosial ini bisa mengakibatkan tingginya angka kematian anak dan ibu, juga pravelansi stunting. Makanya, perlu kesadaran untuk menekan angka pernikahan dini.

Sebelumnya, Pj Gubernur Sulsel Soni Sumarsono meminta Badan Koordinasi Keluarga Berencana (BKKBN) Sulsel mengaktifkan kembali posyandu sebagai bagian upaya penanganan gizi buruk.

Sumarsono berpendapat posyandu tidak berjalan efektif dan maksimal memicu sejumlah permasalahan termasuk meningkatnya angka gizi buruk di beberapa daerah.

“Kami melihat keberadaan Posyandu makin tidak efektif bahkan cenderung hilang. Itulah kenapa gizi di Sulsel cenderung di beberapa desa agak terpuruk karena posyandunya tidak aktif,” ungkap.

Olehnya itu, Sumarsono menginstruksikan kepada BKKBN dan pihak terkait untuk segera melakukan revitalisasi posyandu di beberapa daerah di Sulsel.

Menurutnya, Posyandu merupakan layanan kesehatan yang bisa lebih dekat dengan masyarakat. Di mana Posyandu bisa memenuhi beberapa layanan khususnya bagi anak.
Diketahui Posyandu memiliki lima kegiatan pokok, di antaranya pemeriksaan kesehatan ibu dan anak, pemeriksaan gizi, imunisasi, penanggulangan diare, dan pelayanan keluarga berencana (KB).

“Posyandu juga sebagai pos pelayanan KB Kesehatan. Ini menjadi sangat penting mengingat program pemerintah yang gencar mensosialisasikan Program KB,” jelas Sumarsono.


Comment