Coretan Hitam Kode Etik Jurnalistik Indonesia

Penulis : Muhammad Ilham
Ketua Ikatan Mahasiswa Ilmu Komunikasi Indonesia (IMIKI) Cabang Makassar

BARU-BARU ini masyarakat dihebohkan dengan pemberitaan di media lokal dan nasional soal kasus prostitusi online yang dilakukan oleh seorang artis papan atas Indonesia dengan tarif yang sangat bombastis.


Hal tersebut tentu menambah coretan hitam peristiwa asusila yang diperankan oleh artis, sebelumnya tentu masih hangat di ingatan kita tentang kasus asusila yang menjerat nama artis populer , sebut saja vokalis peterpen yang kini berganti nama Noah dengan dua orang wanita cantik yang juga berprofesi sebagai artis.

Tetapi permasalahannya bukan pada artis papan atas atau tarif yang bombastis itu, melainkan penulis narasi para pers nasional maupun lokal yang membeberkan identitas pelaku asusila.

Dalam melaksanakan fungsi, hak, kewajiban dan peranannya, pers menghormati hak asasi setiap orang, karena itu pers dituntut profesional dan menjalankan prosedur sesuai yang tertuang dalam kode etik jurnalistik.

Pasal 5 dalam kode etik jurnalistik berbunyi Wartawan Indonesia tidak menyebutkan dan menyiarkan identitas korban kejahatan susila dan tidak menyebutkan identitas anak yang menjadi pelaku kejahatan

Terjabarkan jelas dalam pasal ini bahwa wartawan tidak dibolehkan menyebutkan dan menyiarkan identitas korban kejahatan asusila secara lengkap karena dianggap semua data dan informasi yang menyangkut diri seseorang akan memudahkan orang lain untuk melacak.

Kemungkinan-kemungkinan yang terjadi dengan narasi yang dibangun pers membuat masyarakat gagal fokus hingga akhirnya masyarakat lebih fokus untuk menghujat,mengumpat,menghardik bahkan melecehkan korbannya.

Pers yang kemudian dianggap telah berhasil menggiring opini publik bisa menambah trauma dan penderitaan bagi korban. Selain itu, juga berpotensi menimbulkan pelaku kejahatan baru yang terinspirasi oleh kejahatan yang terjadi sebelumnya.

Dalam hal ini tujuan kode etik jurnalistik hanya pagar besi bagi wartawan Indonesia agar tidak terjerat hukum dan mengesampingkan hak-hak narasumber dalam melakukan kerja-kerja jurnalistik.

Kode etik jurnalistik sebagai landasan moral dan etika profesi wartawan yang dianggap sebagai pedoman operasional dalam menjaga kepercayaan publik dan menegakkan integritas serta profesionalisme telah digugurkan kesuciannya karena pasal-pasal yang tertuang dalam kode etik jurnalistik hanyalah bunga-bunga dalam tembok besi jurnalis.

Setelah kasus ini tentunya kita berharap besar pada profesionalisme para jurnalis yang tentunya menjadikan kode etik sebagai makananan sehari-hari dan juga pedoman kinerjanya. Karena ketidakpatuhan pada kode etik merupakan dosa besar dalam dunia jurnalisme itu sendiri.

Comment