Polemik Pembangunan Tower 10 Lantai

Oleh : Syarifuddin
Alumni Magister Hukum UGM

BERITA-SULSEL.COM – Polemik rencana pembangunan Tower 10 Lantai yang rencana akan di bangun disekitar Jalan Ahmad Yani, telah usai ketika mendapatkan persetujuan dari anggota DPRD Kabupaten Bone. Secara formal yuridis perencanaan itu telah legal karena sudah dibahas bersama antara Pemerintah Daerah dengan DPRD.


Pembangunan tower tersebut diperkirakan menelan biaya sekitar 100 Miliar dengan modal awal sekitar 30 Miliar, anggaran tersebut diperoleh dari APBD Kabupaten Bone. Untuk memuluskan pembangunan tersebut penganggarannya dibagi menjadi tiga tahap. Pembangunan tower diperkirakan selesai dalam 3 tahun dengan setiap tahunnya alokasi APBD dialokasikan untuk pembangunan tower tersebut (fajar.co.id/2019/12/09).

Mencermati Undang-Undang No 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, memang ada pelimpahan kewenangan dari Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah untuk mengurus daerahnya sendiri (otonomi), termasuk mengurus infrastruktur setiap daerah yang disesuaikan dengan kebutuhan setiap daerah.

Terkait dengan perencanaan pembangunan Tower 10 lantai dikabupten Bone, apakah ini kemudian menjadi kebutuhan yang wajib untuk dilaksanakan, atauka ada kebutuhan lain yang lebih mendesak untuk segera direalisasikan tetapi tetap dari segi infrastruktur ?

Kepala Dinas Perumahan, kawasan Perumahan dan Pertanian, mengungkapkan bahwa pembangunan tower tersebut dimaksudkan untuk menjadi salah satu ikon Kabupaten Bone (tribunnews.com/2019/12/06) alasan ini tentu sangat subyektif dan sangat tidak tepat sasaran dalam menggunakan APBD jika berpedoman pada PERMENDAGRI No 33 Tahun 2019 tentang Pedoman Penyusunan Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2020. Permen tersebut mengharapkan terjadi singkronisasi rencana kebijakan Pemerintah Daerah dengan kebijakan Pemerintah.

Singkronisasi yang dimaksud adalah Rencana Kerja Pemerintah (RKP) tahun 2020 dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan Tematik, Holistik, Integratif, dan Spasial, serta kebijakan anggaran belanja berdasarkan Money follows program dengan cara memastikan hanya program yang benar-benar bermanfaat yang dialokasikan dan bukan sekedar karena tugas fungsi kementerian/lembaga yang bersangkutan.

Implementasi dari Permen tersebut menitipberatkan 5 (lima) prioritas pembangunan nasional tahun 2020, meliputi: pembangunan manusia dan pengentasan kemiskinan; infrastruktur dan pemerataan wilayah; nilai tambah sektor riil, industrialisasi dan kesempatan kerja; ketahanan pangan, air, energi dan lingkungan hidup; stabilitas pertahanan dan keamanan.

Singkronisasi ini jika tidak terlaksana dan bertentangan yang telah diatur oleh pemerintah Pusat, maka kebijakan tersebut dapat dibatalkan oleh Pemerintah Pusat, hal ini diatur dalam Pasal 17 ayat (3) UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
Perencanaan pembangunan harus menjadi jawaban atas kebetuhan masyarakat yang lebih dasar, bukan hanya menggunakan anggaran secara formal yuridis.

Ketika perencanaan tersebut sudah dibahas bersama seolah-olah ingin mengatakan bahwa hal tersebut sudah benar dan sesuai dengan aturan. Disinilah kepekaan kepala daerah diuji untuk lebih peka terhadap kebutuhan masyarakatnya, sudah benar belum tentu tepat sasaran.

Pemerintah daerah tidak boleh abai dengan ketentuan yang telah ditetapkan oleh Pemerintah Pusat dalam menyelenggarakan pemerintahan, jadi semua kebijakan pemerintah daerah dalam melaksakan penyelengaraan pemerintahan tidak boleh “sekonyong-konyong” menetapkan sebuah kebijakan tanpa memperhatikan apa yang diamantkan oleh UU No. 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, aturan inilah yang menjadi dasar bagi semua pemerintahan daerah dalam menetapkan kebijakan, termasuk dalam perencanaan pembangunan infrastruktur, hal yang paling penting adalah tidak mengabaikan ketentuan Pasal 11 dan 12 yang lebih memprioritaskan pelayanan dasar dalam setiap perencanaan penyelenggaraan pemerintahan.

Bagaimana kemudian jika pembangunan tower tersebut tetap dilaksanakan, sementara masih ada pihak-pihak yang menganggap bahwa pembangunan tersebut belum menjadi kebutuhan Bone saat ini ! langkah yang dapat ditempuh tentu menggunakan musyawarah antara pihak pemerintah setempat dengan pihak-pihak yang merasa dirugikan dengan pembangunan tersebut.

Obrolan tersebut harus melibatkan DPRD sebagai representatif masayarkat Bone yang telah mendistribusikan sebagian hak-nya kepada DPRD. Karena DPRD menjadi bagian dari perintahan daerah sekaligus penyambung aspirasi masyarakat tentu bisa menggunakan pengawasan dalam mengaudit rencana pembangunan tower tersebut.

Langkah kongkrit yang dapat dilakukan oleh DPRD adalah menggunakana Hak-nya yang melekat dalam pengawasan, akan tetapi penggunaan Hak tersebut akan menjadi simalakama bagi DPRD karena penetapan APBD dibahas bersama DPRD dan Pemerinta Daerah, ini memperlihatkan ada kelalaian ataupun ketidakcermatan anggota DPRD dalam pembahasan tersebut, tetapi mengakui kelalaian tersebut dan melakukan upaya konstitusional untuk memperbaiki kembali tentu akan mendapatkan aspresiasi dari masyarakat yang kontra dengan pembangunan tower tersebut.

Comment