Tarik Tambang Maut IKA Unhas, PaKem FH-UMI : Restorative Justice tak Bisa Diterapkan

Dr. Fahri Bachmid,S.H.,M.H

MAKASSAR, BERITA-SULSEL.COM – Tindak Pidana terhadap nyawa orang atau tindak pidana karena kelalaian yang mengakibatkan kematian, sebagaimana terdapat dalam ketentuan Pasal 359 KUHP diancaman pidana penjaranya maksimum lima tahun. Pidana kurungan minimum satu tahun. Hal tersebut tidak dapat dilakukan penyelesainnya melalui saluran hukum restorative justice.

Hal tersebut disampaikan Direktur Eksekutif Pusat Studi Konstitusi & Pemerintahan Fakultas Hukum Universitas Muslim Indonesia (PaKem FH-UMI), Dr. Fahri Bachmid,S.H.,M.H kepada wartawan terkait pemberhentian kasus kegiatan tarik tambang maut IKA Unhas yang dilakukan penyidik Satreskrim Polrestabes Makassar.


Kasus tarik tambang IKA Unhas yang dilaksanakan di Jalan Jenderal Sudirman pada 18 Desember 2022 menewaskan ibu dua anak bernama Masyita (43). Korban merupakan Ketua RT 001 RW 007 Kelurahan Ballaparang, Kecamatan Rappocini.

Selain itu, tarik tambang ini juga menyebabkan 13 orang lainnya mengalami luka. Korban luka yang mengalami patah tulang, ada mengalami robek pada kaki dan lecet.

Kata Dr Fahri, sekalipun beberapa jenis tindak pidana atau perbuatan tertentu telah diberikan ruang secara hukum untuk dilakukan penyelesaiannya melalui mekanisme restorative justice.

Tapi, jelas Dr Fahri, terdapat pengecualian bagi jenis tindak pidana atau perbuatan terentu sebagaimana ditegaskan secara imperative dalam ketentuan Pasal 3, Pasal 4 dan Pasal 5 Peraturan Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2021 Tentang Penanganan Tindak Pidana Berdasarkan Keadilan Restoratif, yakni bukan tindak pidana terorisme, tindak pidana terhadap keamanan negara, tindak pidana korupsi dan tindak pidana terhadap nyawa orang.

“Hal tersebut juga ditegaskan dalam ketentuan Pasal Pasal 5 ayat (3) Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 Tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif, yang berbunyi Untuk tindak pidana yang dilakukan terhadap orang, tubuh, nyawa, dan kemerdekaan orang ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dapat dikecualikan,” jelasnya.

Dr Fahri juga menjelaskan, umumnya masyarakat tidak memahami bagaimana proses jalannya perkara pidana sampai bisa masuk ke pengadilan.

Bahkan, tambah Dr Fahri, pihak-pihak mana saja yang memilikí kewenangan dalam setiap tahapan, masyarakat umumnya hanya mengetahui ada tidaknya suatu perkara pidana saat perkara tersebut di sidangkan di pengadilan.

Laporkan Kapolrestabes Makassar ke Propam Polda Sulsel

Sebelumnya, Ketua Majelis Wilayah PBHI Sulsel, Ilham Harjuna menyesalkan penghentian penyikan kasus tarik tambang yang menyebabkan adanya korban jiwa tersebut.

Kata dia, tidak benar jika kasus ini tersebut harus dihentikan dengan alasan telah ada perdamaian antara tersangka dengan korban.

Menurutnya, restorative justice (RJ) hanya dapat dilaksanakan untuk pasal tertentu, tidak semua pasal dapat di RJ kan.

Dalam peraturan Polri Nomor 8 tahun 2021 tentang penanganan tindak pidana berdasarkan keadilan restoratif pasal 5 huruf F menyebutkan, bukan tindak pidana terorisme, tindak pidana terhadap keamanan negara, tindak pidana korupsi dan tindak pidana terhadap nyawa orang.

“Tersangka Rahmansyah ini dijerat dengan pasal 359 dan pasal 360 KUHP akibat kelalaiannya menyebabkan orang meninggal dunia,” ujarnya kepada wartawan, Selasa, 24 Januari 2023.

“Jelas aturannya, menghilangkan nyawa orang, baik itu disengaja atau karena kelalaian yang pasti ada nyawa yang hilang. Tidak boleh di RJ kan,” tambahnya.

Kata Ilham Harjuna, atas tindakan yang dilakukan pihak Polrestabes Makassar, PBHI Sulsel akan melaporkan ke Propam Polda Sulsel hingga ke Kapolri.

Sebagaimana dilansir makassar.tribunnews.com, Penyidik Satreskrim Polrestabes Makassar menghentikan kasus kegiatan tarik tambang maut IKA Unhas yang menewaskan ibu dua anak bernama Masyita (43) dengan alasan pihak keluarga korban telah berdamai dengan panitia penyelenggara.

“Iya benar sudah dihentikan,” kata Plt Kasat Reskrim Polrestabes Makassar, Kompol Jufri Natsir, dikonfirmasi wartawan, Senin (23/1/2023).

Jufri menjelaskan, dengan adanya kesepakatan damai antara pihak korban dan panitia, maka status tersangka Rahmansyah dinyatakan gugur.

Keputusan tersebut diambil atas dasar penanganan penyelesaian perkara dengan pendekatan restorative justice.

“Penghentian ini sudah sesuai aturan, karena keluarga sudah ikhlas, berdamai dengan panitia. Makanya kasus ini tidak lagi dilanjutkan,” ujar mantan Kasat Reskrim Polres Gowa itu.

Padahal, penyidik telah menetapkan Rahmansyah sebagai tersangka. Rahmasnyah dijerat Pasal 359 KUHP dan Pasal 360 KUHP yang atas kelalaiannya mengakibatkan orang meninggal dunia. (*)

Comment