MAKASSAR, BERITA-SULSEL.COM – Yayasan Konservasi Laut (YKL) Indonesia, dengan dukungan Yayasan Keanekaragaman Hayati Indonesia (KEHATI), mengadakan pelatihan fasilitator rehabilitasi mangrove bertajuk “Belajar Bersama Rehabilitasi Mangrove.” Pelatihan ini dilaksanakan pada 19–21 Juli 2024 di dua lokasi, yaitu Lantebung Makassar dan Kuri Caddi Maros.
Sebanyak 15 peserta terpilih dari berbagai latar belakang, seperti pemerintah, LSM, akademisi, mahasiswa, komunitas lingkungan, dan kelompok masyarakat, mengikuti kegiatan ini. Pelatihan dirancang untuk memperkuat kapasitas teknis dan memahami kebijakan terkait upaya rehabilitasi mangrove di tingkat lokal.
Menurut Direktur Eksekutif YKL Indonesia, Nirwan Dessibali, kurangnya pemahaman teknis sering menjadi kendala utama dalam keberhasilan rehabilitasi mangrove. Ia berharap pelatihan ini dapat menghasilkan fasilitator yang mampu mendukung pemulihan ekosistem mangrove dengan pendekatan berbasis kebutuhan lokal.
“Kami ingin memastikan para peserta dapat menyebarkan ilmu dan praktik rehabilitasi yang benar di lapangan, sehingga upaya rehabilitasi lebih efektif dan berkelanjutan,” jelas Nirwan.
Sementara itu, Koordinator Program Mangrove YKL Indonesia, Nuryamin, menjelaskan bahwa pelatihan ini memadukan teori, praktik lapangan, serta pembahasan kebijakan nasional dan daerah. Materi yang diberikan mencakup beragam aspek rehabilitasi, seperti pengenalan keanekaragaman mangrove, syarat pertumbuhan, teknik pengukuran hidrologi, hingga metode rehabilitasi yang berorientasi pada keberlanjutan.
Yusran Nurdin Massa, ahli teknis lingkungan dari Yayasan Hutan Biru sekaligus fasilitator pelatihan, menyoroti pentingnya pendekatan berbasis ekosistem dalam rehabilitasi mangrove. “Metode seperti Ecological Mangrove Rehabilitation (EMR) memungkinkan mangrove untuk pulih secara alami, sesuai dengan karakteristik lingkungan setempat,” paparnya.

Akhzan Nur Iman, asisten teknis Yayasan Hutan Biru lainnya, menambahkan bahwa pelatihan ini bertujuan tidak hanya untuk meningkatkan pemahaman teoretis, tetapi juga untuk membangun keterampilan praktis yang dapat diterapkan langsung.
Muhammad Muakhkhir Putra, salah satu peserta dari Carbon Ethics dan Sungai Watch, mengaku banyak mendapat wawasan baru yang sangat relevan dengan upaya pelestarian mangrove. “Materinya langsung bisa diterapkan di lapangan. Ini benar-benar membantu saya dalam menjalankan program konservasi,” katanya.
Hal serupa diungkapkan oleh Arman Jaya dari Klikhijau, yang merasa pelatihan ini memberikan solusi atas banyak tantangan yang dihadapi dalam rehabilitasi mangrove. “Penjelasannya sangat mendetail dan sistematis, sehingga mudah dipahami,” ujarnya.
Sri Wulandari dari ITBM Balik Diwa Makassar juga memberikan apresiasi terhadap pelatihan ini. “Sangat menarik dan aplikatif, baik teori maupun praktiknya. Saya berharap kegiatan seperti ini diadakan lagi di masa depan,” ungkapnya.
Dampak Positif untuk Masa Depan Ekosistem Mangrove
YKL Indonesia berharap pelatihan ini dapat memperluas dampak rehabilitasi mangrove di wilayah Makassar dan sekitarnya, dengan Kawasan Wisata Mangrove Lantebung menjadi salah satu contoh penerapan rehabilitasi berbasis lokal.
“Kami mendorong kolaborasi antara berbagai pihak, termasuk pemerintah, masyarakat, dan sektor swasta, untuk memastikan keberlanjutan ekosistem pesisir yang penting bagi kehidupan dan lingkungan,” kata Nuryamin.
Dengan hadirnya fasilitator yang lebih terlatih, YKL Indonesia optimistis upaya rehabilitasi mangrove akan semakin luas dan efektif, menciptakan ekosistem pesisir yang lestari bagi generasi mendatang.
Comment